TKI SEBAGAI TUMBAL DEVISA ?
Menurut
saya, jika melihat Malaysia sebagai mitra strategis Indonesia di kawasan Asia
Tenggara maka ada beberapa hal yang patut kita lihat dan kaji ulang mengenai
keberadaan TKI dan TKW di luar negeri. Ambil saja , Malaysia. Masyarakat mayoritas
Malaysia adalah Muslim, serta serumpun melayu, bisa dibilang mereka mempunyai
akar sejarah yang kuat dengan Indonesia. Dari kesamaaan itu saja, dapat saya
simpulkan bahwa adanya hubungan interaksi warga negara Malaysia dan Indonesia
adalah salah satu konsekuensi yang sudah terjadi, dulu dan kini. Akan tetapi,
mengingat fenomena global yang saat ini begitu kompleks, maka hadirnya TKI dan
TKW itu sendiri sebagai devisa negara ikut menjadi konsekuensi global yang
menjadikan warga negara Indonesia sebagai proses dari globalisasi tersebut,
khususnya yang menjadi pembantu rumah tangga di negara-negara tetangga. Letak
yang sangat strategis antara Indonesia dan Malaysia yang begitu dekat,
mempermudahkan WNI yang ingin menjadi TKI di negara tersebut. Tidak tanggung-tanggungnya,
banyak TKI/TKW kita yang bekerja di negeri Jiran itu, menikah dengan warga lokal,
bahkan hingga ada yang berkeluarga dan mempunyai banyak keturunan yang banyak
di Malaysia.
Dari
pengamatan saya, sebenarnya fenomena dari keberadaan TKI dan TKW yang ada di
luar negeri mempunyai konsekuensi, baik positif maupun negatif. Jika dilihat
dari segi positif, maka wujud dari keberadaan mereka mampu menaikkan devisa
negara dan mendongkrak ekonomi domestik dengan adanya pemasukan yang mereka
dapatkan di luar negeri. Penghasilan rata-rata mereka yang didukung oleh nilai
tukar dari mata uang di negara tersebut, tidak terkecuali Malaysia, mampu
memberikan kontribusi nyata dalam sektor ekonomi Indonesia, baik dengan
pendirian koperasi ataupun pembukaan lapangan kerja baru bagi penduduk tempat
dimana TKI/TKW tersebut berasal.
Sedangkan
untuk konsekuensi negatif, ini bisa dilihat dari perilaku warga negara kita
yang bekerja sebagai TKI atau TKW di luar negeri. Persiapan yang kurang matang
dan hanya berbekal keberanian juga menjadi persoalan yang patut dipehitungkan
jika menjadi TKI di luar negeri. Akhirnya, itu bisa saja mengakakibatkan
tindakan kekerasan karena pengalaman kerja yang kurang maksimal dan kinerja
yang kurang memuskan. Fakta yang terjadi di akhir 2016 mengenai korban
kekerasan dan intimidasi WNI kita, Suyanti, membuktikan betapa buruknya citra TKI
kita yang ada di Malaysia. Konsekuensi negatif juga bisa dilihat dari kurangnya
pendidikan tinggi tinggi dan pemahaman yang mendalam akan Indonesia, hingga
perilaku yang tidak inginkan sering terjadi di negara tempat TKI itu bekerja. Perilaku
“negatif” pun marak dilakukan oleh mereka. Hingga pada akhirnya, citra
Indonesia di luar negeri menjadi buruk akibat kelakukan mereka. Maka perlu
adanya pendidikan, pelatihan yang matang dan sistematis secara konseptual, agar
mampu menangani kasus TKI di luar negeri.
Di
Indonesia, salah satu model pekerjaan ini (TKI/TKW) memang diminati. Mereka ditempatkan
di luar negeri yang juga karena gajinya yang cukup besar. Pemerintah Indonesia
terus menaikkan ekonomi domestik dan
menambahkan devisa negara melalui pengiriman tenaga kerja dari rakyat kita di luar
negeri. Menuju Indonesia yang makmur dan sejahtera memang adalah hal yang harus
diperjuangkan bagi seluruh warga negara kita, dengan kerja apapun itu jika
legal dan halal, maka Insya Allah menjadi alasan kita untuk membuat Indonesia
maju dan terkenal di mata dunia.
NB: Dari Berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar