Jumat, 14 April 2017

FINANCIAL TECHNOLOGY

Maksimalisasi Peran Fintech di Indonesia dan Pengaruhnya terhadap perkembangan Ekonomi-Politik di ASEAN 2020


Globalisasi dan kemajuan arus informasi dan teknologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Globalisasi hadir sebagai salah satu fenomena dari kemajuan zaman yang perlu disikapi dengan bijak oleh seluruh masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada akhirnya menuntut warga negara kita untuk terus berupaya menuju negara Indonesia maju dan mandiri serta mampu bersaing di lingkup global. Di lain sisi, tantangan ekonomi dan konfigurasi politik nasional dan internasional menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebebasan berinovasi dalam teknologi. Belum lagi dengan adanya istilah fintech sebagai model baru dalam inovasi teknologi dan informasi. Kehadirannya diharapkan mampu menjadi solusi untuk mendobrak perekonomian Indonesia. Di lain sisi, pembuat regulasi dan kebijakan yang terstruktur dan sistematis di kalangan parlemen dan pemerintahan haruslah bersinergi dan berkonsolidasi dengan para pemilik modal dan pihak wiraswasta, agar keadilan dan kesejahteraan mampu diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Maka dibutuhkan solusi yang konstruktif, solutif dan kontributif bagi peran fintech yang ada di Indonesia.
Pemahaman mengenai Globalisasi pada hakikatnya memang sangat beragam. Globalisasi sering dimaknai dengan munculnya masyarakat global yang bergaung secara fisik, melebiihi batas negara dan kedaulatan. Globalisasi juga diartikan sebagai akibat dan dampak dari kemajuan zaman yang luar biasa dari mengglobalnya teknologi informasi, teknologi dan transportasi. Fakta dan realita ini juga didukung oleh mobilitas fisik, sosial bahkan psikis dalam lingkup global. Globalisasi pun diterjemahkan dalam perspektif ekonomi sebagai proses globalisasi modal, dimana produksi dan distribusi kekayaan sangat tergantung pada mekanisme pasar. Pemilik modal besar menjadi aktor utama dengan dibantu kalangan birokrat dan teknorat baik dalam politik dalam negeri (domestik) ataupun dalam institusi ekonomi internasional.[1]
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Salah satu bukti dengan besarnya Indonesia adalah wujud dari kekayaan alam yang dimiliki dan tidak oleh bangsa lain. Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia takkan bisa dihitung dengan banyaknya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa Indonesia sendiri. Tambang emas, kapasitas maritim terluas dan kesuburan tanah merupakan potensi alam yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sebagai negara yang besar dan mempunyai sumber daya alam yang tidak terhingga, maka kewajiban dan tanggung jawab yang dipegang oleh manusianya sungguh sangat besar. Tanggung jawab berupa pengelolaan negara yang baik dan benar adalah tugas yang diemban oleh seluruh warga negara dan seluruh perangkat pemerintahan yang ada di Indonesia. Termasuk dalam hal pengelolaan teknologi yang hingga saat ini marak dilakukan oleh para masyarakatnya, tanggung jawab pun harus dilaksanakan dengan baik dan benar menuju bangsa yang berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi dan berkarakter dalam berbudaya. 
            Berbicara mengenai globalisasi, ia hadir sebagai  hasil dari dinamika proses integrasi internasional, yang kehadirannya membawa dampak yang begitu signifikan. Fase globalisasi juga hadir sebagai tantangan yang serius dan harus dihadapi dengan keseriusan pula, karena dampak yang dihasilkan, langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi situasi dan stabilitas politik, ekonomi dan pengaruh sosial yang ada di suatu negara. Globalisasi yang semakin lincah dengan segala tawarannya memaksa manusia untuk terus berkompetisi dan bersaing demi mendominasi satu sama lain. Dalam dinamika ekonomi global misalnya, dirintisnya WTO oleh beberapa negara pada tahun 1995 adalah wujud dari adanya konsep perkembangan bebas yang ditawarkan oleh negara-negara maju. Sedangkan ancaman keamanan langsung yang direpresentasikan oleh agenda-agenda global yang mempengaruhi politik dan keamanan internasional seperti terorisme dan radikalisme turut mendukung akan konsekuensi negatif dari globalisasi.        
            Indonesia sebagai negara dunia ketiga mau tidak mau harus ikut dalam arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang hingga hari ini menjangkiti kehidupan manusia seluruh dunia. Dengan maraknya kemajuan teknologi seperti ini, maka kebutuhan akan akses teknologi menjadi hal yang wajar jika seseorang ingin mengirim pesan singkat dan melakukan perjalanan jauh. Dulu kita tahu, pengiriman pesan demi memberi kabar saja bisa memakan waktu tenggat 2-3. Akses transportasi dari suatu negara ke negara lain bahkan sampai berbulan-bulan. Kini, dengan hadirnya aplikasi online untuk memesan tranportasi darat dan udara bahkan laut sungguh sangat marak. Terwujudnya aplikasi whats app dan black berry messenger dan berbagai macam aplikasi pesan singkat lainnya mempermudah seseorang untuk memberikan pesan dan saling bertukar informasi dalam durasi waktu yang singkat. Dalam dinamika politik misalnya, pemilihan umum yang dilaksanakan di suatu negara pun bisa diakses oleh warga negara yang saat pengadaan pemilu berada di luar negeri. Sehingga kebebasan dalam penyampaian pendapat dan aspirasi warga negara tidak dapat di hentikan oleh siapapun.
            Beberapa fenomena dari globalisasi diatas adalah salah bentuk dari kemajuan zaman yang tidak bisa kita pungkiri. Arus kompetisi global menjadi hal yang harus menstimulus warga negara di manapun itu untuk terus berkarya dan berinovasi. Jika melihat perkembangan dari fintech, maka salah satu hal yang perlu menjadi perhatian serius adalah sejauh mana peran fintech mampu memberikan stimulus yang positif bagi warga negara Indonesia. Bentuk modern dari perkembangan fintech ini juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang melakukan transaksi keuangan. Transaksi keuangan kini pun bervariasi, dari bentuk dari peminjaman (lending), pembayaran, perencanaan keuangan, riset keuangan  dan masih banyak lagi. Hal inilah yang menjadi perhatian para pemilik modal untuk berusaha mampu mewujudkan ekonomi Indonesia dan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, termasuk dalam rangka mengurangi pengangguran bagi rakyat Indonesia. Tidak hanya pemilik modal saja, pihak pemerintah dan para pemangku kebijakan harus mampu mengawal perkembangan fintech sebagai salah satu dampak yang ditimbulkan dari perkembangan zaman dan arus globalisasi.
            Jika kita berbicara mengenai peran maksimalisi fintech, tentunya hal ini harus bersinergi dengan politik dan pemerintahan di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi harus bisa menjadi patokan bagi negara lain untuk model negara demokrasi seperti Indonesia. Di lain sisi, kemajuan dari teknologi pun harus disikapi. Sepuluh tahun yang lalu, mungkin kata “fintech” ini sangat baru bagi kita. Sering dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, banyak pelaku usaha dan keuangan mulai menggunakan jasa fintech ini. Fintech adalah singkatan dari financial technology yang berarti inovasi pembiayaan keuangan dengan memanfaatkan teknologi sebagai pendukungnya. Hingga hari ini puun, perusahaan fintech pun sangat beragam dan diminati oleh berbagai macam kalangan di Indonesia, dari anak muda hingga para pebisnis serta konglomerat. Usaha yang bisa dirintis dari kecil jika dimaksimalisasi dengan adanya fintech akan memberikan keuntungan yang besar pula.
            Dalam hal politik dan segala dinamikanya yang berkaitan dengan birokrasi, ada berbagai hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan fintech sebagai barang baru di era persaingan global di Indonesia saat ini. Yang pertama, maksimalisasi fintech harus disesuaikan dengan undang-undang dan peraturan legal yang berlaku di Indonesia. Undang-undang yang berkaitan dengan informasi dan teknologi perlu dilihat ditinjau ulang untuk kemudahan para pelaku bisnis dalam perjalanannya mengelola bisnis fintech. Selain itu, para pelaku bisnis dan pengguna fintech ini juga harus taaat dan melek hukum, agar transparansi dan prinsip keterbukaan sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam berdemokrasi bisa dilaksanakan. Jika ada satu atau dua dari pelaku bisnis dan pengguna fintech tidak mempunnyai kapabilitas yang cukup dalam memahami hukum dan regulasi yang diatur pemerintah, maka dipastikan dengan berjalannya usaha fintech kedepan akan memberikan dampak yang negatif kepada para pelaku fintech.
            Kedua, harus adanya konsolidasi yang kuat kepada pihak pemerintah untuk mengawal perkembangan fintech ini. Sinergitas antara kemenko perekonomian, otoritas jasa keuangan dan kementerian komunikasi dan informasi harus diperkuat agar mampu mengawal dengan sempurna inovasi fintech ini. OJK sebagai lembaga terpenting yang mempunyai otoritas di sektor sirkulasi keuangan juga harus mempunyai tindakan yang proaktif dan cepat. Misalnya saja, OJK harus memaksimalkan perannya dengan memberikan aturan dan regulasi kepada para pelaku fintech dengan jelas. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK/01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending, diatur bahwa perusahaan fintech wajib mendaftarkan diri dalam jangka waktu selama 6 bulan sejak aturan diterbitkan, atau maksimal semester pertama di awal 2017.[2] Hal ini perlu dikerjakan dengan maksimal dan perlunya mekanisme pengawalan yang kuat dari pihak OJK, tentunya dengan terus memaksimalkan bangunan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak pemerintah seperti kemkominfo dan kemenko perekonomian. Hasilnya, manfaat dari regulasi dan peraturan yang jelas secara langsung dapat dirasakan masyarakat secara aktif dan ditanggapi dengan positif.
            Sebagai salah satu negara yang berdiri di garda terdepan untuk mengusung adanya ASEAN, maka dengan adanya fintech harus membangun citra Indonesia sebagai anggota ASEAN. Indonesia sebagai negara demokrasi yang mapan dan mampu bersaing di tingkat regional, perlu menjadi contoh bagi negara anggota ASEAN lainnya dengan memberikan pola peraturan pemerintah yang bersinergi dengan masyarakatnya. Masyarakat Indonesia pada akhirnya bisa mengaktualisasikan ide dan kreasi mereka dalam hal fintech untuk bersama-sama membangun Indonesia yang maju dan mandiri, serta bisa bersaing di dunia, khsusunya di ASEAN pada tahun 2020.
---o0o---

Referensi;
Ganewati, Dhuroruddin, dkk (2011). Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Arus Politik Internasional. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Nasrul, Erdy, Mengawal Perkembangan Fintech, Harian Republika 11 Januari 2017.





[1] Dhuroruddin Mashad, 2011 “Indonesia menjawab Tantangan Global” dalam Politik Luar Negeri Indonesia, Di tengah Arus Perubahan Politik Internasional, (ed. Wuryandari, Ganewati), Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 172-173.

[2] Erdy Nasrul, “Mengawal Perkembangan Fintech” dalam kolom Tajuk,  Harian Republika, 11 Januari 2017. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...