Maksimalisasi Peran Fintech di Indonesia dan Pengaruhnya
terhadap perkembangan Ekonomi-Politik di ASEAN 2020
Globalisasi dan kemajuan arus informasi dan teknologi adalah
dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Globalisasi hadir sebagai salah satu
fenomena dari kemajuan zaman yang perlu disikapi dengan bijak oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada akhirnya
menuntut warga negara kita untuk terus berupaya menuju negara Indonesia maju
dan mandiri serta mampu bersaing di lingkup global. Di lain sisi, tantangan
ekonomi dan konfigurasi politik nasional dan internasional menjadi hal yang
perlu dipertimbangkan dalam kebebasan berinovasi dalam teknologi. Belum lagi
dengan adanya istilah fintech sebagai
model baru dalam inovasi teknologi dan informasi. Kehadirannya diharapkan mampu
menjadi solusi untuk mendobrak perekonomian Indonesia. Di lain sisi, pembuat
regulasi dan kebijakan yang terstruktur dan sistematis di kalangan parlemen dan
pemerintahan haruslah bersinergi dan berkonsolidasi dengan para pemilik modal
dan pihak wiraswasta, agar keadilan dan kesejahteraan mampu diberikan kepada
seluruh rakyat Indonesia. Maka dibutuhkan solusi yang konstruktif, solutif dan
kontributif bagi peran fintech yang
ada di Indonesia.
Pemahaman mengenai Globalisasi pada hakikatnya memang
sangat beragam. Globalisasi sering dimaknai dengan munculnya masyarakat global
yang bergaung secara fisik, melebiihi batas negara dan kedaulatan. Globalisasi
juga diartikan sebagai akibat dan dampak dari kemajuan zaman yang luar biasa
dari mengglobalnya teknologi informasi, teknologi dan transportasi. Fakta dan
realita ini juga didukung oleh mobilitas fisik, sosial bahkan psikis dalam
lingkup global. Globalisasi pun diterjemahkan dalam perspektif ekonomi sebagai
proses globalisasi modal, dimana produksi dan distribusi kekayaan sangat
tergantung pada mekanisme pasar. Pemilik modal besar menjadi aktor utama dengan
dibantu kalangan birokrat dan teknorat baik dalam politik dalam negeri
(domestik) ataupun dalam institusi ekonomi internasional.[1]
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Salah satu
bukti dengan besarnya Indonesia adalah wujud dari kekayaan alam yang dimiliki
dan tidak oleh bangsa lain. Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia takkan
bisa dihitung dengan banyaknya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa Indonesia sendiri. Tambang emas, kapasitas maritim terluas dan
kesuburan tanah merupakan potensi alam yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sebagai
negara yang besar dan mempunyai sumber daya alam yang tidak terhingga, maka
kewajiban dan tanggung jawab yang dipegang oleh manusianya sungguh sangat
besar. Tanggung jawab berupa pengelolaan negara yang baik dan benar adalah
tugas yang diemban oleh seluruh warga negara dan seluruh perangkat pemerintahan
yang ada di Indonesia. Termasuk dalam hal pengelolaan teknologi yang hingga
saat ini marak dilakukan oleh para masyarakatnya, tanggung jawab pun harus
dilaksanakan dengan baik dan benar menuju bangsa yang berdaulat dalam politik,
mandiri dalam ekonomi dan berkarakter dalam berbudaya.
Berbicara mengenai globalisasi, ia hadir
sebagai hasil dari dinamika proses
integrasi internasional, yang kehadirannya membawa dampak yang begitu
signifikan. Fase globalisasi juga hadir sebagai tantangan yang serius dan harus
dihadapi dengan keseriusan pula, karena dampak yang dihasilkan, langsung maupun
tidak langsung, mempengaruhi situasi dan stabilitas politik, ekonomi dan
pengaruh sosial yang ada di suatu negara. Globalisasi yang semakin lincah
dengan segala tawarannya memaksa manusia untuk terus berkompetisi dan bersaing
demi mendominasi satu sama lain. Dalam dinamika ekonomi global misalnya,
dirintisnya WTO oleh beberapa negara pada tahun 1995 adalah wujud dari adanya
konsep perkembangan bebas yang ditawarkan oleh negara-negara maju. Sedangkan
ancaman keamanan langsung yang direpresentasikan oleh agenda-agenda global yang
mempengaruhi politik dan keamanan internasional seperti terorisme dan
radikalisme turut mendukung akan konsekuensi negatif dari globalisasi.
Indonesia sebagai negara dunia
ketiga mau tidak mau harus ikut dalam arus perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang hingga hari ini menjangkiti kehidupan manusia seluruh dunia.
Dengan maraknya kemajuan teknologi seperti ini, maka kebutuhan akan akses teknologi
menjadi hal yang wajar jika seseorang ingin mengirim pesan singkat dan
melakukan perjalanan jauh. Dulu kita tahu, pengiriman pesan demi memberi kabar
saja bisa memakan waktu tenggat 2-3. Akses transportasi dari suatu negara ke
negara lain bahkan sampai berbulan-bulan. Kini, dengan hadirnya aplikasi online
untuk memesan tranportasi darat dan udara bahkan laut sungguh sangat marak.
Terwujudnya aplikasi whats app dan black berry messenger dan berbagai macam
aplikasi pesan singkat lainnya mempermudah seseorang untuk memberikan pesan dan
saling bertukar informasi dalam durasi waktu yang singkat. Dalam dinamika
politik misalnya, pemilihan umum yang dilaksanakan di suatu negara pun bisa
diakses oleh warga negara yang saat pengadaan pemilu berada di luar negeri.
Sehingga kebebasan dalam penyampaian pendapat dan aspirasi warga negara tidak
dapat di hentikan oleh siapapun.
Beberapa fenomena dari globalisasi
diatas adalah salah bentuk dari kemajuan zaman yang tidak bisa kita pungkiri. Arus
kompetisi global menjadi hal yang harus menstimulus warga negara di manapun itu
untuk terus berkarya dan berinovasi. Jika melihat perkembangan dari fintech, maka salah satu hal yang perlu
menjadi perhatian serius adalah sejauh mana peran fintech mampu memberikan stimulus yang positif bagi warga negara
Indonesia. Bentuk modern dari perkembangan fintech
ini juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang
melakukan transaksi keuangan. Transaksi keuangan kini pun bervariasi, dari
bentuk dari peminjaman (lending),
pembayaran, perencanaan keuangan, riset keuangan dan masih banyak lagi. Hal inilah yang
menjadi perhatian para pemilik modal untuk berusaha mampu mewujudkan ekonomi
Indonesia dan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, termasuk
dalam rangka mengurangi pengangguran bagi rakyat Indonesia. Tidak hanya pemilik
modal saja, pihak pemerintah dan para pemangku kebijakan harus mampu mengawal
perkembangan fintech sebagai salah
satu dampak yang ditimbulkan dari perkembangan zaman dan arus globalisasi.
Jika kita berbicara mengenai peran
maksimalisi fintech, tentunya hal ini
harus bersinergi dengan politik dan pemerintahan di Indonesia. Indonesia
sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi harus bisa menjadi
patokan bagi negara lain untuk model negara demokrasi seperti Indonesia. Di
lain sisi, kemajuan dari teknologi pun harus disikapi. Sepuluh tahun yang lalu,
mungkin kata “fintech” ini sangat
baru bagi kita. Sering dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, banyak
pelaku usaha dan keuangan mulai menggunakan jasa fintech ini. Fintech
adalah singkatan dari financial
technology yang berarti inovasi pembiayaan keuangan dengan memanfaatkan
teknologi sebagai pendukungnya. Hingga hari ini puun, perusahaan fintech pun sangat beragam dan diminati
oleh berbagai macam kalangan di Indonesia, dari anak muda hingga para pebisnis
serta konglomerat. Usaha yang bisa dirintis dari kecil jika dimaksimalisasi
dengan adanya fintech akan memberikan
keuntungan yang besar pula.
Dalam hal politik dan segala
dinamikanya yang berkaitan dengan birokrasi, ada berbagai hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan fintech
sebagai barang baru di era persaingan global di Indonesia saat ini. Yang
pertama, maksimalisasi fintech harus
disesuaikan dengan undang-undang dan peraturan legal yang berlaku di Indonesia.
Undang-undang yang berkaitan dengan informasi dan teknologi perlu dilihat
ditinjau ulang untuk kemudahan para pelaku bisnis dalam perjalanannya mengelola
bisnis fintech. Selain itu, para
pelaku bisnis dan pengguna fintech
ini juga harus taaat dan melek hukum, agar transparansi dan prinsip keterbukaan
sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam berdemokrasi bisa dilaksanakan.
Jika ada satu atau dua dari pelaku bisnis dan pengguna fintech tidak mempunnyai kapabilitas yang cukup dalam memahami
hukum dan regulasi yang diatur pemerintah, maka dipastikan dengan berjalannya
usaha fintech kedepan akan memberikan
dampak yang negatif kepada para pelaku fintech.
Kedua, harus adanya konsolidasi yang
kuat kepada pihak pemerintah untuk mengawal perkembangan fintech ini. Sinergitas antara kemenko perekonomian, otoritas jasa
keuangan dan kementerian komunikasi dan informasi harus diperkuat agar mampu mengawal
dengan sempurna inovasi fintech ini.
OJK sebagai lembaga terpenting yang mempunyai otoritas di sektor sirkulasi
keuangan juga harus mempunyai tindakan yang proaktif dan cepat. Misalnya saja,
OJK harus memaksimalkan perannya dengan memberikan aturan dan regulasi kepada
para pelaku fintech dengan jelas. Berdasarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK/01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending, diatur bahwa perusahaan fintech wajib mendaftarkan diri dalam jangka
waktu selama 6 bulan sejak aturan diterbitkan, atau maksimal semester pertama
di awal 2017.[2]
Hal ini perlu dikerjakan dengan maksimal dan perlunya mekanisme pengawalan yang
kuat dari pihak OJK, tentunya dengan terus memaksimalkan bangunan komunikasi dan
koordinasi dengan pihak-pihak pemerintah seperti kemkominfo dan kemenko perekonomian.
Hasilnya, manfaat dari regulasi dan peraturan yang jelas secara langsung dapat
dirasakan masyarakat secara aktif dan ditanggapi dengan positif.
Sebagai salah satu negara yang
berdiri di garda terdepan untuk mengusung adanya ASEAN, maka dengan adanya fintech harus membangun citra Indonesia
sebagai anggota ASEAN. Indonesia sebagai negara demokrasi yang mapan dan mampu
bersaing di tingkat regional, perlu menjadi contoh bagi negara anggota ASEAN
lainnya dengan memberikan pola peraturan pemerintah yang bersinergi dengan
masyarakatnya. Masyarakat Indonesia pada akhirnya bisa mengaktualisasikan ide
dan kreasi mereka dalam hal fintech
untuk bersama-sama membangun Indonesia yang maju dan mandiri, serta bisa
bersaing di dunia, khsusunya di ASEAN pada tahun 2020.
---o0o---
Referensi;
Ganewati,
Dhuroruddin, dkk (2011). Politik Luar
Negeri Indonesia di Tengah Arus Politik Internasional. Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Nasrul,
Erdy, Mengawal Perkembangan Fintech,
Harian Republika 11 Januari 2017.
[1] Dhuroruddin Mashad, 2011 “Indonesia
menjawab Tantangan Global” dalam Politik
Luar Negeri Indonesia, Di tengah Arus Perubahan Politik Internasional, (ed.
Wuryandari, Ganewati), Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 172-173.
[2] Erdy
Nasrul, “Mengawal Perkembangan Fintech”
dalam kolom Tajuk, Harian Republika, 11 Januari 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar