Gerakan Internasional Untuk Hak Pilih
Wanita
By: Muh.
Akbar Rahmadi
Latar
Belakang

Tulisan ini adalah hasil dari rangkuman singkat megenai peran dari Gerakan Transnasional untuk hak pilih wanita. Dalam buku yang dituliskan oleh Margaret E. Keck, Kathryn Sikkink, “Activists Beyond Borders, Advocacy Networks in International Politics”, cetakan Cornell University Press (1998), Buku ini tentunya membahas mengenai TAN, atau Jaringan Advokasi Transnasional dalam studi ilmu hubungan internasional. Berbicara mengenai TAN, ada banyak sekali model yang menjadikan TAN itu sebagai salah satu upaya untuk melancarkan dan memberikan pengaruh khusus kepda suatu negara, organisasi atau gerakan, serta berbagai macam bentuk dari aktor dalam studi hubungan internasional, yang mempunyai landasan dan nilai-nilai yang sama. Adanya landasan nilai-nilai yang sama inilah yang kemudian menjadikan suatu gerakan transnasional sangat dibutuhkan bagi perkembangan studi ilmu hubugan internasional. Dari perkembangan yang begitu maju, termasuk di dalamnya studi transnasionalisme, maka inilah kemudian menjadikan studi ilmu hubungan internasional menjadi sangat dinamis dan mengalami perkembangan yang sangat signfikan.
Dalem tulisan ini, akan dijelaskan sedikit
mengenai sejarah yang ada di pada dimensi internasional dari gerakan untuk hak pilih
wanita. Berbicara mengenai wanita, apalagi yang berhubungan dengan hak pilih
yang ada pada diri wanita, maka secara tidak lansgung juga akan membahas
mengenai hak untuk partisipasi politik, juga yang
berkaitan dengan isu-isu gender. Bagaimana pun itu, dinamika dunia
internasional yang saat ini didominasi oleh setengahnya adalah wanita menekankan saling pengaruh dan interdependensi,
serta kerjasama internasional di antara
wanita hak pilih gerakan di seluruh dunia. Dalam kajian studi hubungan
internasional, apalagi masuk di abad 20, wanita hadir sebagai salah satu aktor
dalam perkembangannya, yang dimana isu feminisme itu hadir sebagai gerakan
internasional. Inilah yang menjadikan Nancy Cott mengeluarkan pendapatnya yang intinya, “siapa pun menyelidiki feminisme pada
pergantian abad kedua puluh, ia tidak dapat gagal untuk mengenali bahwa, ia melihat sebuah gerakan
internasional", akan tetapi lebih melihat hal-hal baru,
yaitu ide-ide dan taktik bermigrasi dari
satu tempat ke tempat sebagai individu, di berbagai negara dalam satu perjalanan, demi mencari model-model yang membantu, serta mengatur meningkatkan
jaringan demi
bereformasi”.
Jika berbicara mengenai Gerakan internasional untuk hak pilih wanita, maka hal
tersebut dimulai pada keterlibatan perempuan dalam organisasi anti perbudakan
yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Beberapa
sekelompok peremuan yang mempunyai kasus yang sama dalam perbudakan, masuk dan
melibatkan dalam organisasi tersebut, serta mengadakan pertemuan dalam World
Anti-Slavery Conference pada tahun 1840. Pada saat itu, mayoritas parlemen
dan kelompok kepentingan yang ada di Inggris menolak untuk kursi perempuan. Inilah
yang kemudian memancing
beberapa tindakan dari seluruh kaum perempuan yang ada di Inggris untuk
mengecam bersama tindakan parelemen yang tidak fair tersebut. Lucretia Mott dan Elizabeth Cady
Stanton, adalah
salah satu dari orgaisasi tersebut, dan maju untuk
menyuarakan suara-suara hak perempuan, dalam pertemuan yang bersejarah yang
diadakan di Seneca Falls, New York. Mereka maju dalam gerakan terorganisir tersebut,
demi menyuarakan hak-hak perempuan, khususnya
dalam hak pilih bagi wanita. Ternyata, tidak hanya itu, adanya kasus perpecahan di awal-awal gerakan hak pilih di Amerika
Serikat, muncul
dari adanya ketidakadilan dari kalangan hak pilih bagi kaum pria, yang didukung surat suara dari budak laki-laki yang dibebaskan, dan tidak untuk wanita. Maka dari
itu, kontribusi dan masukan
dari kaum perempuan barulahmuncul, yang diawali dengan adanya gerakan hak-hak sipil dan "kebebasan
musim panas" di tahun 1960-an hingga 1970-an. Inilah yang
pada akhirnya melahirkan pola tindakan baru dalam sejarah gerakan feminisme.
Feminisme kemudian berkembang dengan segala usaha dari kaum perempuan untuk
memeproleh hak-hak, khususnya dalam hak pilih dalam situasi politik yang ada.
Gerakan Hak Pilih Wanita
Dinamika dari gerakan feminism dan hak
pilih wanita, bisa dilihat dari usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok
minoritas yang ada saat itu, seperti apa yang dituliskan dalam buku Activist
Beyond Border. Dalam buku tersebut dijelaskan, bagamana seorang Elizabeth Cady Stanton, sebagai
aktivis feminisme saat itu, menyarankan resolusi hak pilih pada pertemuan yang
dilaksanakan pada Seneca Falls. Apa yang
dilakukan oleh Cady Santon memang terkesan kurang meyakinkan, dan bahkan
terlihat tidak menarik. Adanya polling yang dilakukan saat itu,
terutamanya yang diinisiasi oleh Cady sangatlah tidak cocok untuk digaungkan,
karena terkesan lebih pas dilakukan oleh kaum pria. Jika melihat dari isu yang
lain, seperti isu persamaan di depan hukum dalam hal
properti, kasus perceraian, dan
kepengasuhan anak-anak, lebih
pantas diisukan. Membayar upah yang
setara dengan kau pria bagi pekerja perempuan, akses yang sama terhadap
pekerjaan dan pendidikan, dan penerapan kode moral yang sama dengan perilaku
pria dan wanita, jauh lebih sedikit
berkualitatif daripada isu perempuan harus memilih. Dari kasus yang dijalankan
oleh Cady Canton inilah yang sebenarnya menjadikan isu feminism itu mulai
bangkit dan memberikan segala asumsinya keapda masyarakat, bahwa gerakan
feminisme adalah hal yang patut diperjuangkan. Hal-hal
yang berkaitan dengan feminisme, harus diselesaikan, apalagi jika menyangkut
hak pilih wanita tersebut.
Serupa dari kasus yang ada di Seneca Falls, tentunya kasus ini
menjadi salah satu sejarah yang ada, bahwa kaum feminism berhak
memperjuangkan hak-haknya dalam dunia politik. Jika hanya saja perempuan itu
termarginalkan dalam situasi politik yang ada, maka akan berakibat pada
kurangnya pembangunan yang merata dari masyarakat itu sendiri. Memang, jika
berdasarkan pada bentuk kasus ini, sangat kurang kontroversial dan tentu
terksean kurang menarik, Mengapa?, karena sekitar tahun 1848 masih banyak kasus
dan bentuk dari perjuangan hak-hak kaum minoritas yang harus diperjuangkan,
apalagi jika ada kaitannya dengan perempuan sebagai pejuang rendah di
masyarakat saat itu. Lantas kemudian, mengapa harus hak pilih bagi kaum
perempuan yang diperjuangkan? Lantas bagaimana dengan hak-hak minoritas lainnya
yang banyak tidak terpenuhi dan belum terselesaikan?.
Memang, jika dianggap sebagai salah satu
bentuk dari partisipasi politik dan perjuangan gender, maka perjuangan dalam
memperoleh hak pilih itu bagian dari dalamnya. Misalnya saja, dari tindakan
perbudakan bagi kaum minoritas, adalah contoh yang jelas dari penolakan dari kesetaraan hukum yang paling dasar
daripada
memperoleh kesempatan membangun tata kelola kehidupan yang bermartabat. Sebabnya
apa?, tentunya karena adanya inkonsistensi dalam penegakan hukum, serta
tidak adanya perubahan yang jelas dari hukum itu sendiri. Maka dari itu,
kewajiban dalam menjalankan hukum yang baik dan benar adalah hal yang patut
diperjuangkan, demikian juga bagi segala pihak yang ada dalam suatu komunitas.
Masalah ini ada akhirnya bermuara pada hak-hak pada perempuan, yang dibungkus
dalam nilai-nilai kebebasan, kesetaraaan dan demokrasi.
Jika melihat beberpa kasus dari
perbudakan, biasanya pendukung hak kebanyakan wanita termotivasi oleh gerakan
kebangkitan agama. Kebaangkitan dan kesadaran dalam menjalan
agama adalah hal yang sangat berpengaruh di abad kesembilan belas. Bahkan, dari
pengaruh agama inilah yang kemudian menjadi landasan kehidupan masyarakat kala
itu, dengan menjunjung tinggi moralitas dan adat istiadat setempat. Slogan yang
terlontar dari Susan B. Anthony, mengatakan
bahwa misalnya, adalah "ketahanan
terhadap tirani adalah ketaatan kepada Tuhan.". Inilah
yang menginspirasi sebagian perempuan untuk mengadakan gerakan-gerakan serupa
dalam masalah perbudakan. Dalam masalah ini juga
mengindikasikan bahwa wanita perlu disejajarkan hak-haknya dalam tingkat
kemanusiaan, yang di mana laki-laki dan perempuan mempunyai peran di ranah
publik. Meskipun beberapa pendapat yang keluar adalah tidak adanya
ketidaksuksaan pada gerakan hak pilih wanita, karena terkesan seperti gerakan
konservatif yang selalau ada keterkaitan yang erat dari dalam gereja. Dari ini saja, juga
membuktikan bahwa kampanye abad kesembilan belas
terhadap prostitusi dan perdagangan perempuan dan undang-undang perlindungan
khusus bagi pekerja perempuan dibuat yang didasarkan pada gagasan bahwa
kerentanan akan selalu terjadi pada perempuan, hingga perlindungan bagi kaum
perempuan wajib dipenuhi.
Meskipun banyak organisasi hak pilih wanita saat ittu, yang dalam
negeri aktif di abad kesembilan belas, pada akhirnya menimbukan suatu gerakan
organisasi aktif dalam dalam melontarkan dukungan pada hak pilih perempuan. Organisasi
ini bernama International Woman Suffrage Association (IWSA), atau
Asosiasi Internasional untuk Hak Pilih Wanita, yang kegiatannya berupa
kampanye-kampanye internasional untuk hak
pilih yang berdasarkan pada
persamaan hak bagi semuanya, khususnya bagi kaum perempuan. Lantas,
bagaimana kemudian model kampanye yang dilancarkan oleh kelompok tersebut?
Ada beberapa karakteristik tertentu yang menandai kampanye wanita hak pilih
internasional. Pertama, tidak seperti gerakan anti
perbudakan, kampanye lebih mengandalkan simbolis dan tekanan politik daripada hanya
sebatas penyebaran informasi. Dalam gerakan yang digencarkan oleh
wanta adalah salah satunya karena kurangnya distirbusi informasi yang jelas dan
kekurangan pemahaman yang mendalam di lingkaran sosial
kemasyarakatan. Maka dair itu, kampanye yang dilakukan
oleh mereka untuk memberikan informasi dan pemahaman bagi publik bahwa wanita
adalah bagian dari dunia internasional yang perlu diakui hak-hakya. Kaum
perempuan lebih dari sekedar kaum minoritas dari masyarakat, akan tetapi juga
bagian dari sumber daya yang tenaga dan usaha yang dimaksimalkan oleh mereka
sangat berguna. Akan tetapi, dalam hal partisipasi politik dengan pemerintah,
tidak adanya bentuk partisipasi wanita dalam hal ini. Diawal hanya sebatas dari
gerakan yang memperuangkan suara wanita melalui gerakan advokasi, agar suara
mereka didengarkan.
Salah satu bentuk dari organisi
internasional, yang berdiri sebagai promosi dalam hal organisasi advokasi suara
hak pilih bagi wanita internasional atau World’s Women’s Christian
Temperance Union (WCTU). WCTU adalah salah satu gerakan dari organisasi
internasional yang
mengurus dan memaksimalkan peran hak suara perempuan. Mereka percaya bahwa suara akan
menimbulkan pengaruh yang kuat berbentuk larangan-larangan, dan segala
akumulasi tindakan dan keamanan fisik untuk diri mereka sendiri
dan anak-anak mereka, hingga WCTU berubah dari organisasi perempuan Protestan konvensional untuk
sebuah organisasi agresif politik untuk
berbagai problematika dalam masyarakat,
termasuk hak pilih. Ini bisa dibuktikan dengan
adanya, suara-suara kaum perempuan yang diperoleh sekitar tahun 1980 dan 1902
di Australia dan Selandia Baru. Sebagai contohnya juga terjadi
di negara-negara bagian, seperti Wyoming, Utah, Colorado, dan Idaho yang
didominasi oleh anggota WCTU yang
berdiri di garda terdepan sebagai promotor gerakan hak pilih wanita. Diakhir,
para aktivis yang berhasil menghasilkan dan melancarkan tujuannya di negara tersebut,
kembali ke Amerika dan negara Eropa untuk menyebarkan cerita tentang bagaimana mereka telah
memenangkan suara dan apa artinya bagi mereka.
Selain itu, ada juga alur atau bentuk dari
gerakan perempuan, yang berkaitan dengan gerakan sosialis internasional. Jika
dilihat dari pola perkembangan sejarah, semuanya dimulai pada tahun 1990. Pada
tahun itu, gerakan Sosialis Internasional
mengeluarkan resolusi hak pilih wanita pertama, tetapi hak pilih menjadi
permintaan fundamental partai-partai sosialis hanya pada tahun 1907. Perempuan sosialis di seluruh dunia
tidak seharusnya bekerja sama dengan "suffragists borjuis",
tetapi dalam prakteknya pendukung sosialis dan non-sosialis untuk gerakan hak
pilih wanita bekerjasama secara ekstensif. Inilah yang
kemudian menjadi salah satu entuk dari pola gerakan sosialis yang bekerjasama
dengan para kaum sosialis internasional. Ketiga, bentuk dari gerakan internasional untuk hak pilih wanita hak pilih adalah hak pilih
independen. Ini juga disebut untuk membedakan mereka dari para pihak
yang lebih moderat. Aktivis ini lebih menganjurkan pada agitasi publik, pembangkangan
sipil, dan akhirnya taktik dan tindakan kekerasan diberlakukan
untuk permintaan mereka untuk
suara. Mereka
lebih melakukannya dengan tindakan yang anarkis, seperti maju
ketingkat parlemen dan menghadapi pembicara pada pertemuan tertentu, merantai diri ke pagar di depan
gedung-gedung pemerintah, melemparkan batu melalui jendela, dan berpartisipasi
dalam demonstrasi jalanan yang sering berakhir dalam bentrokan dengan polisi
dan pihak bermusuhan. Ujungnya,
mereka mendekam di dalam penjara, dan sekali di penjara mereka terlibat dalam mogok makan
dan harus diberi makan secara paksa.
Ada lagi organisasi perempuan yang lebih terkenal selain yang disebutkan diatas. Organisasi
tersebut adalah adalah Women’s Social and Political Union (WSPU) yang
berlokasi Britania Raya, di bawah
kepemimpinan keluarga Pankhurst, yang dimana taktik mereka memiliki pengaruh internasional
yang luar biasa. Meskipun tidak mendukung taktik
yang lebih militan dari hak pilih, Women’s Social and Political Union menyediakan
wadah khusus bagi kaum perempuan untuk memfasilitasi pengaruh mereka." Dalam pertemuan internasional
reguler, WSPU
kelompok ini lebih menguasai pada bentuk dan pola pengaruh militansi tersebar di antara
anggota yang membawanya kembali ke negara asal mereka.
Keempat, gerakan internasional perempuan juga diaktualisasikan oleh gerakan International Council of Women (ICW), yang didirikan pada tahun
1888. Setelah tahun 1904, kelompok itu mengadopsi beberapa hak pilih, yang
kemudian siap memberikan prioritas masalah di atas isu-isu lain pada perusahaan
agenda, termasuk tuntutan untuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, akses
ke profesi, alokasi dana unutk tunjangan kehamilan, mengungkit penindasan
perdagangan perempuan dan anak-anak melalui proses perdamaian dan arbitrase,
perlindungan pekerja perempuan dan laki-laki, dan pengembangan mesin untuk
meringankan perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Meskipun tidak terlalu
bergerak di di garis depan seperti
gerakan lainnya, ICW memberikan kontribusi dengan
mempromosikan komunikasi antar organisasi perempuan di berbagai negara. Selain itu, ICW juga bekerja secara aktif dengan
organisasi-organisasi antar pemerintah dan konferensi, termasuk konferensi
perdamaian internasional di Den Haag dan Liga Bangsa-Bangsa.
Referensi
Margaret
E. Keck, Kathryn Sikkink, (1998), Activists Beyond Borders, Advocacy
Networks in International Politics”, (1998), Cornell University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar