Sabtu, 15 April 2017

Feminism Series

Gerakan Internasional Untuk Hak Pilih Wanita
By: Muh. Akbar Rahmadi

Latar Belakang

Tulisan ini adalah hasil dari rangkuman singkat megenai peran dari Gerakan Transnasional untuk hak pilih wanita. Dalam buku yang dituliskan oleh Margaret E. Keck, Kathryn Sikkink, “Activists Beyond Borders, Advocacy Networks in International Politics”, cetakan Cornell University Press (1998), Buku ini tentunya membahas mengenai TAN, atau Jaringan Advokasi Transnasional dalam studi ilmu hubungan internasional. Berbicara mengenai TAN, ada banyak sekali model yang menjadikan TAN itu sebagai salah satu upaya untuk melancarkan dan memberikan pengaruh khusus kepda suatu negara, organisasi atau gerakan, serta berbagai macam bentuk dari aktor dalam studi hubungan internasional, yang mempunyai landasan dan nilai-nilai yang sama. Adanya landasan nilai-nilai yang sama inilah yang kemudian menjadikan suatu gerakan transnasional sangat dibutuhkan bagi perkembangan studi ilmu hubugan internasional. Dari perkembangan yang begitu maju, termasuk di dalamnya studi transnasionalisme, maka inilah kemudian menjadikan studi ilmu hubungan internasional menjadi sangat dinamis dan mengalami perkembangan yang sangat signfikan. 

Dalem tulisan ini, akan dijelaskan sedikit mengenai sejarah yang ada di pada dimensi internasional dari gerakan untuk hak pilih wanita. Berbicara mengenai wanita, apalagi yang berhubungan dengan hak pilih yang ada pada diri wanita, maka secara tidak lansgung juga akan membahas mengenai hak untuk partisipasi politik, juga yang berkaitan dengan isu-isu gender. Bagaimana pun itu, dinamika dunia internasional yang saat ini didominasi oleh setengahnya adalah wanita menekankan saling pengaruh dan interdependensi, serta kerjasama internasional di antara wanita hak pilih gerakan di seluruh dunia. Dalam kajian studi hubungan internasional, apalagi masuk di abad 20, wanita hadir sebagai salah satu aktor dalam perkembangannya, yang dimana isu feminisme itu hadir sebagai gerakan internasional. Inilah yang menjadikan Nancy Cott mengeluarkan pendapatnya yang intinya, “siapa pun menyelidiki feminisme pada pergantian abad kedua puluh, ia tidak dapat gagal untuk mengenali bahwa, ia melihat sebuah gerakan internasional", akan tetapi lebih melihat hal-hal baru, yaitu ide-ide dan taktik bermigrasi dari satu tempat ke tempat sebagai individu, di berbagai negara dalam satu perjalanan, demi mencari model-model yang membantu, serta mengatur meningkatkan jaringan demi bereformasi”.

Jika berbicara mengenai Gerakan internasional untuk hak pilih wanita, maka hal tersebut dimulai pada keterlibatan perempuan dalam organisasi anti perbudakan yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Beberapa sekelompok peremuan yang mempunyai kasus yang sama dalam perbudakan, masuk dan melibatkan dalam organisasi tersebut, serta mengadakan pertemuan dalam World Anti-Slavery Conference pada tahun 1840. Pada saat itu, mayoritas parlemen dan kelompok kepentingan yang ada di Inggris menolak untuk kursi perempuan. Inilah yang kemudian memancing beberapa tindakan dari seluruh kaum perempuan yang ada di Inggris untuk mengecam bersama tindakan parelemen yang tidak fair tersebut. Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton, adalah salah satu dari orgaisasi tersebut, dan maju untuk menyuarakan suara-suara hak perempuan, dalam pertemuan yang bersejarah yang diadakan di Seneca Falls, New York. Mereka maju dalam gerakan terorganisir tersebut, demi menyuarakan hak-hak perempuan, khususnya dalam hak pilih bagi wanita. Ternyata, tidak hanya itu, adanya kasus perpecahan di awal-awal gerakan hak pilih di Amerika Serikat, muncul dari adanya ketidakadilan dari kalangan hak pilih bagi kaum pria, yang didukung surat suara dari budak laki-laki yang dibebaskan, dan tidak untuk wanita. Maka dari itu, kontribusi dan masukan dari kaum perempuan barulahmuncul, yang diawali dengan adanya gerakan hak-hak sipil dan "kebebasan musim panas" di tahun 1960-an hingga 1970-an. Inilah yang pada akhirnya melahirkan pola tindakan baru dalam sejarah gerakan feminisme. Feminisme kemudian berkembang dengan segala usaha dari kaum perempuan untuk memeproleh hak-hak, khususnya dalam hak pilih dalam situasi politik yang ada.

Gerakan Hak Pilih Wanita
Dinamika dari gerakan feminism dan hak pilih wanita, bisa dilihat dari usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok minoritas yang ada saat itu, seperti apa yang dituliskan dalam buku Activist Beyond Border. Dalam buku tersebut dijelaskan, bagamana seorang Elizabeth Cady Stanton, sebagai aktivis feminisme saat itu, menyarankan resolusi hak pilih pada pertemuan yang dilaksanakan pada Seneca Falls. Apa yang dilakukan oleh Cady Santon memang terkesan kurang meyakinkan, dan bahkan terlihat tidak menarik. Adanya polling yang dilakukan saat itu, terutamanya yang diinisiasi oleh Cady sangatlah tidak cocok untuk digaungkan, karena terkesan lebih pas dilakukan oleh kaum pria. Jika melihat dari isu yang lain, seperti isu persamaan di depan hukum dalam hal properti, kasus perceraian, dan kepengasuhan anak-anak, lebih pantas diisukan. Membayar upah yang setara dengan kau pria bagi pekerja perempuan, akses yang sama terhadap pekerjaan dan pendidikan, dan penerapan kode moral yang sama dengan perilaku pria dan wanita, jauh lebih sedikit berkualitatif daripada isu perempuan harus memilih. Dari kasus yang dijalankan oleh Cady Canton inilah yang sebenarnya menjadikan isu feminism itu mulai bangkit dan memberikan segala asumsinya keapda masyarakat, bahwa gerakan feminisme adalah hal yang patut diperjuangkan. Hal-hal yang berkaitan dengan feminisme, harus diselesaikan, apalagi jika menyangkut hak pilih wanita tersebut.

Serupa dari kasus yang ada di Seneca Falls, tentunya kasus ini menjadi salah satu sejarah yang ada, bahwa kaum feminism berhak memperjuangkan hak-haknya dalam dunia politik. Jika hanya saja perempuan itu termarginalkan dalam situasi politik yang ada, maka akan berakibat pada kurangnya pembangunan yang merata dari masyarakat itu sendiri. Memang, jika berdasarkan pada bentuk kasus ini, sangat kurang kontroversial dan tentu terksean kurang menarik, Mengapa?, karena sekitar tahun 1848 masih banyak kasus dan bentuk dari perjuangan hak-hak kaum minoritas yang harus diperjuangkan, apalagi jika ada kaitannya dengan perempuan sebagai pejuang rendah di masyarakat saat itu. Lantas kemudian, mengapa harus hak pilih bagi kaum perempuan yang diperjuangkan? Lantas bagaimana dengan hak-hak minoritas lainnya yang banyak tidak terpenuhi dan belum terselesaikan?.

Memang, jika dianggap sebagai salah satu bentuk dari partisipasi politik dan perjuangan gender, maka perjuangan dalam memperoleh hak pilih itu bagian dari dalamnya. Misalnya saja, dari tindakan perbudakan bagi kaum minoritas, adalah contoh yang jelas dari penolakan dari kesetaraan hukum yang paling dasar daripada memperoleh kesempatan membangun tata kelola kehidupan yang bermartabat. Sebabnya apa?, tentunya karena adanya inkonsistensi dalam penegakan hukum, serta tidak adanya perubahan yang jelas dari hukum itu sendiri. Maka dari itu, kewajiban dalam menjalankan hukum yang baik dan benar adalah hal yang patut diperjuangkan, demikian juga bagi segala pihak yang ada dalam suatu komunitas. Masalah ini ada akhirnya bermuara pada hak-hak pada perempuan, yang dibungkus dalam nilai-nilai kebebasan, kesetaraaan dan demokrasi.

Jika melihat beberpa kasus dari perbudakan, biasanya pendukung hak kebanyakan wanita termotivasi oleh gerakan kebangkitan agama. Kebaangkitan dan kesadaran dalam menjalan agama adalah hal yang sangat berpengaruh di abad kesembilan belas. Bahkan, dari pengaruh agama inilah yang kemudian menjadi landasan kehidupan masyarakat kala itu, dengan menjunjung tinggi moralitas dan adat istiadat setempat. Slogan yang terlontar dari Susan B. Anthony, mengatakan bahwa  misalnya, adalah "ketahanan terhadap tirani adalah ketaatan kepada Tuhan.". Inilah yang menginspirasi sebagian perempuan untuk mengadakan gerakan-gerakan serupa dalam  masalah perbudakan. Dalam masalah ini juga mengindikasikan bahwa wanita perlu disejajarkan hak-haknya dalam tingkat kemanusiaan, yang di mana laki-laki dan perempuan mempunyai peran di ranah publik. Meskipun beberapa pendapat yang keluar adalah tidak adanya ketidaksuksaan pada gerakan hak pilih wanita, karena terkesan seperti gerakan konservatif yang selalau ada keterkaitan yang erat dari dalam gereja. Dari ini saja, juga membuktikan bahwa kampanye abad kesembilan belas terhadap prostitusi dan perdagangan perempuan dan undang-undang perlindungan khusus bagi pekerja perempuan dibuat yang didasarkan pada gagasan bahwa kerentanan akan selalu terjadi pada perempuan, hingga perlindungan bagi kaum perempuan wajib dipenuhi.

Meskipun banyak organisasi hak pilih wanita saat ittu, yang dalam negeri aktif di abad kesembilan belas, pada akhirnya menimbukan suatu gerakan organisasi aktif dalam dalam melontarkan dukungan pada  hak pilih perempuan. Organisasi ini bernama International Woman Suffrage Association (IWSA), atau Asosiasi Internasional untuk Hak Pilih Wanita, yang kegiatannya berupa kampanye-kampanye internasional untuk hak pilih yang berdasarkan pada persamaan hak bagi semuanya, khususnya bagi kaum perempuan. Lantas, bagaimana kemudian model kampanye yang dilancarkan oleh kelompok tersebut?

Ada beberapa karakteristik tertentu yang menandai kampanye wanita hak pilih internasional. Pertama, tidak seperti gerakan anti perbudakan, kampanye lebih mengandalkan simbolis dan tekanan politik daripada hanya sebatas penyebaran informasi. Dalam gerakan yang digencarkan oleh wanta adalah salah satunya karena kurangnya distirbusi informasi yang jelas dan kekurangan pemahaman yang mendalam di lingkaran sosial kemasyarakatan. Maka dair itu, kampanye yang dilakukan oleh mereka untuk memberikan informasi dan pemahaman bagi publik bahwa wanita adalah bagian dari dunia internasional yang perlu diakui hak-hakya. Kaum perempuan lebih dari sekedar kaum minoritas dari masyarakat, akan tetapi juga bagian dari sumber daya yang tenaga dan usaha yang dimaksimalkan oleh mereka sangat berguna. Akan tetapi, dalam hal partisipasi politik dengan pemerintah, tidak adanya bentuk partisipasi wanita dalam hal ini. Diawal hanya sebatas dari gerakan yang memperuangkan suara wanita melalui gerakan advokasi, agar suara mereka didengarkan.
Salah satu bentuk dari organisi internasional, yang berdiri sebagai promosi dalam hal organisasi advokasi suara hak pilih bagi wanita internasional atau World’s Women’s Christian Temperance Union (WCTU).  WCTU adalah salah satu gerakan dari organisasi internasional yang mengurus dan memaksimalkan peran hak suara perempuan. Mereka percaya bahwa suara akan menimbulkan pengaruh yang kuat berbentuk larangan-larangan, dan segala akumulasi tindakan  dan keamanan fisik untuk diri mereka sendiri dan anak-anak mereka, hingga WCTU berubah dari organisasi perempuan Protestan konvensional untuk sebuah organisasi agresif politik untuk berbagai problematika dalam masyarakat, termasuk hak pilih. Ini bisa dibuktikan dengan adanya, suara-suara kaum perempuan yang diperoleh sekitar tahun 1980 dan 1902 di Australia dan Selandia Baru. Sebagai contohnya juga terjadi di negara-negara bagian, seperti Wyoming, Utah, Colorado, dan Idaho yang didominasi oleh anggota WCTU yang berdiri di garda terdepan sebagai promotor gerakan hak pilih wanita. Diakhir, para aktivis yang berhasil menghasilkan dan melancarkan tujuannya di negara tersebut, kembali ke Amerika dan negara Eropa untuk menyebarkan cerita tentang bagaimana mereka telah memenangkan suara dan apa artinya bagi mereka.

Selain itu, ada juga alur atau bentuk dari gerakan perempuan, yang berkaitan dengan gerakan sosialis internasional. Jika dilihat dari pola perkembangan sejarah, semuanya dimulai pada tahun 1990. Pada tahun itu, gerakan Sosialis Internasional mengeluarkan resolusi hak pilih wanita pertama, tetapi hak pilih menjadi permintaan fundamental partai-partai sosialis hanya pada tahun 1907. Perempuan sosialis di seluruh dunia tidak seharusnya bekerja sama dengan "suffragists borjuis", tetapi dalam prakteknya pendukung sosialis dan non-sosialis untuk gerakan hak pilih wanita bekerjasama secara ekstensif. Inilah yang kemudian menjadi salah satu entuk dari pola gerakan sosialis yang bekerjasama dengan para kaum sosialis internasional. Ketiga, bentuk dari gerakan internasional untuk hak pilih wanita hak pilih adalah hak pilih independen. Ini juga disebut untuk membedakan mereka dari para pihak yang lebih moderat. Aktivis ini lebih menganjurkan pada agitasi publik, pembangkangan sipil, dan akhirnya taktik dan tindakan kekerasan diberlakukan untuk permintaan mereka untuk suara. Mereka lebih melakukannya dengan tindakan yang anarkis, seperti maju ketingkat parlemen dan menghadapi pembicara pada pertemuan tertentu, merantai diri ke pagar di depan gedung-gedung pemerintah, melemparkan batu melalui jendela, dan berpartisipasi dalam demonstrasi jalanan yang sering berakhir dalam bentrokan dengan polisi dan pihak bermusuhan. Ujungnya, mereka mendekam di dalam penjara, dan sekali di penjara mereka terlibat dalam mogok makan dan harus diberi makan secara paksa. 

Ada lagi organisasi perempuan yang lebih terkenal selain yang disebutkan diatas. Organisasi tersebut adalah adalah Women’s Social and Political Union (WSPU) yang berlokasi Britania Raya, di bawah kepemimpinan keluarga Pankhurst, yang dimana taktik mereka memiliki pengaruh internasional yang luar biasa. Meskipun tidak mendukung taktik yang lebih militan dari hak pilih, Women’s Social and Political Union menyediakan wadah khusus bagi kaum perempuan untuk memfasilitasi pengaruh mereka." Dalam pertemuan internasional reguler, WSPU kelompok ini lebih menguasai pada bentuk dan pola pengaruh militansi tersebar di antara anggota yang membawanya kembali ke negara asal mereka. 

Keempat, gerakan internasional perempuan juga diaktualisasikan oleh gerakan International Council of Women (ICW), yang didirikan pada tahun 1888. Setelah tahun 1904, kelompok itu mengadopsi beberapa hak pilih, yang kemudian siap memberikan prioritas masalah di atas isu-isu lain pada perusahaan agenda, termasuk tuntutan untuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, akses ke profesi, alokasi dana unutk tunjangan kehamilan, mengungkit penindasan perdagangan perempuan dan anak-anak melalui proses perdamaian dan arbitrase, perlindungan pekerja perempuan dan laki-laki, dan pengembangan mesin untuk meringankan perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Meskipun tidak terlalu bergerak di di garis depan seperti gerakan lainnya, ICW memberikan kontribusi dengan mempromosikan komunikasi antar organisasi perempuan di berbagai negara. Selain itu, ICW juga bekerja secara aktif dengan organisasi-organisasi antar pemerintah dan konferensi, termasuk konferensi perdamaian internasional di Den Haag dan Liga Bangsa-Bangsa. 


Referensi

Margaret E. Keck, Kathryn Sikkink, (1998), Activists Beyond Borders, Advocacy Networks in International Politics”, (1998), Cornell University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...