Sabtu, 27 Februari 2016

Konflik Sosial dan Budaya

Konflik Suku dan Budaya yang terjadi di Lampung
LATAR BELAKANG
Setiap manusia memiliki potensi konflik yang berbeda. Pada intinya konflik tersebut timbul karena adanya perbedaan antara persepsi manusia dalam segala hal.   Potensi konflik itu akan berbeda pula dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Pengaruh dalam suatu kelompok sosial yang memiliki potensi konflik yang sangat relevan dengan potensi konflik individu. Suatu daerah memiliki persepsi sendiri dalam bersosialisasi dan bergaul, sehingga tidak dapat disamakan atau ditindih dengan cara bersosialisasi yang berlawanan. Jika hal itu terjadi maka akan menyebabkan suatu konflik yang tidak hanya individu, melainkan suatu kelompok sosial.
 Kelompok sosial sendiri adalah suatu kelompok yang tinggal bersama dalam waktu yang cukup lama dan menyepakati dengan nilai-nilai dan moral yang ada dalam kehidupannya. Jika ada suatu kelompok sosial lain yang ingin mendominasi kelompok tersebut, maka akan terjadi konflik karena potensi konflik tersebut telah terpicu akan pendominasian itu. Ini dikarenakan Indonesia belum mengfungsikan unsur-unsur bangsa menjadi suatu integrasi yang kuat. Keberagaman agama, suku, dan budaya merupakan salah satu potensi konflik yang sangat menonjol di negara Indonesia yang kaya akan budaya. Sekarang bagaimana dengan keberagaman tersebut Indonesia dapat berintegrasi dengan kuat dan membentuk suatu kesatuan yang kuat agar tidak terjadinya konflik-konflik yan tidak diinginkan.
KONFLIK ANTAR SUKU BUDAYA
            Sudah menjadi hal yang lumrah jika dalam wilayah Indonesia terjadi suatu konflik antara suku dan budaya. Dengan Indonesia yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika, tampapknya tidak semudah itu untuk dapat menyatukan suatu perbedaan yang sangat jauh. Salah satu contoh konflik antar suku budaya adalah konflik antara Bali dan Lampung. Bali yang masih kental akan hal-hal mistis dan memiliki suatu kebudayaan sendiri dan Lampung yang memiliki kebudayaan yang berbeda pula.
Banyak orang-orang Bali yang berimigrasi ke Lampung. Mereka hidup bersama-sama dengan orang Bali yang tinggal di tanah Lampung juga. Mereka hidup dalam satu daerah, satu komunitas pada suatu wilayah di Lampung yang bernama Sidomulyo. Isu-isu yang beredar memiliki versi cerita yang berbeda-beda. Awal mulanya adalah ketika seorang wanita pribumi yang pulang malam setelah bekerja. Wanita tersebut berjumpa dengan pria yang berasal dari Bali, dan pria tersebut menggoda wanita tadi. Akhirnya wanita tersebut tidak terima dan mengadu pada sanak keluarganya. Disinilah awal mula perseteruan ini yaitu saling adu satu sama lain, dan keluarga wanita tersebut mengumpulkan masyarakat Lampung beramai-ramai. Hal ini memanglah sangat remeh, permasalahan yang mulanya merupakan masalah individu menjelma menjadi permasalahan antar suku budaya. Suatu potensi konflik yang sangat biasa menjelma menjadi konflik yang sangat luar biasa. Konflik yang sebelumnya antara individu menjelma sekali lagi menjadi konflik antar suku dengan budaya yang sangat berbeda.
Ketika masing-masing pihak telah mengumpulkan kekuatan mereka dengan melalui sanak keluarga yang berujung pada sanak suku budaya. Orang-orang Lampung berbondong-bondong pergi menuju kawasan kediaman orang-orang Bali untuk suatu penyerangan. Disini dapat dilihat, bagaiamana suatu integritas yang kuat dapay timbul dikarenakan faktor lawan, yaitu memiliki lawan yang sama atau musuh yang sama. Rasa integritas itu akan muncul sangat luas jika kita kita membela apa yang kita yakini sekarang, dengan nilai-nilai yang mengikat kita menjadi suatu integritas yang kokoh dan kuat.
Ketika masyarakat Lampung telah berkumpul dan siap menyerang orang-orang Bali, ternyata mereka orang-orang Bali menghilang tanpa jejak dengan seketika. Kediaman mereka kosong tak berpenghuni. Hal ini menyebabkan masyarakat Lampung lebih terbakar emosi karena menilai orang-orang Bali sebagai pengecut. Nyatanya kebudayaan masyarakat Bali itu sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistis. Dimana orang-orang Bali itu tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak. Warga Lampung sangat bingung dengan apa yang terjadi, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membakar habis seluruh rumah di kediaman orang-orang Bali. Jumlah rumah yang terbakar dalam peristiwa ini adalah 60 rumah. Warga Lampung bingung untuk meluapkan emosi mereka, dan hingga akhirnya mereka pulang. Konflik ini terjadi pada awal tahun 2012, tepatnya pada bulan Januari di daerah Desa Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan.
PENYELESAIAN KONFLIK
          Terdapat tiga teori dalam menyelesaikan sebuah konflik, yaitu teori konsiliasi, teori mediasi, dan teori arbitrasi. Ketiga teori tersebut merupakan suatu sistem yang telah tersusun secara sistematis. Terdapat banyak cara dalam menyelesaikan sebuah konflik tergantung pada konflik itu sendiri. Di atas telah diuraikan bahwa konfilk yang terjadi adalah konflik antar suku budaya. Konflik muncul karena penjelmaan dari suatu potensi konflik, potensi konflik ada dikarenakan adanya suatu perbedaan, perbedaan ada karena Indonesia merupakan Bhinneka, agar mempersatukan perbedaan itu, Indonesia membuat Pancasila berserta UUD. Dengan pancasila dan undang-undang dasar, rakyat Indonesia menyepakati untuk terikat dalam pancasila dan undang-undang dasar, sehingga timbulah suatu integrasi yang kuat di antara rakyatnya.
            Dengan berpegang teguh pada suatu nilai atau hukum, maka akan timbul sebuah integrasi, seperti yang dikatakan oleh R. William Liddle. Indonesia yang sangat luas dan beraneka ragam saja dapat bersatu , apalagi konflik yang bersifat daerah antar suku. Dengan menanamkan nilai-nilai kembali pada masyarakat Bali yang tinggal dalam wilayah Lampung, dengan menjunjung solidaritas kawan yang tinggi, maka perbedaan tersebut akan menjelma menjadi sebuah energi positif yang justru selalu membawa ke dalam hal-hal yang positif.
KESIMPULAN

Sebenarnya konflik itu dapat terjadi di manapun kita berada, entah konflik antar suku, ideologi, atau bahkan antar agama. Setiap dari manusia memiliki potensi konflik masing-masing seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang. Semua ini tergantung pada kita, bagaimana kita menerima stimulus yang ada, merespon dari kekuatan stimulus yang timbul oleh suatu kejadian yang dapat menyebabkan perubahan potensi konflik menjadi sebuah konflik yang berbahaya. Patutnya kita dapat menganalisa dan memahami bagaimana penjelmaan tersebut dan kita dapat mencegah agar tak terjadi kesalahan yang sama. Manusia yang belajar adalah manusia yang tidak jatuh pada lubang yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...