Rabu, 24 Juni 2015

Hubungan Internasional dalam Perspektif Islam

Hubungan Internasional dalam Perspektif Islam



Pendahuluan

Latar Belakang
Dalam Islam, seluruh pola kehidupan manusia sudah diatur sedemikian rupa dan dijelaskan di dalam Al-Qur'an, serta tercantum di Sunnah Nabi-Nya, Muhammad S.A.W. Ajaran Islam memperlihatkan hukum perimbangan antara yang subut (tetap) dan tatawwur (berkembang). Hukum ibadah wajib/mahdah adalah subut, tidak boleh ada inovasi dan pembaharuan, sedang hukum ibadah sosial atau muamalah kemasyarakatan adalah tatawwur, harus ada inovasi dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Selain itu, amalan-amalan seorang hamba sudah termaktub dalam Al-Qur'an dan dilengkapi dengan Hadist Nabi, dari bangun tidur sampai kembali tidur lagi, kesemuanya itu sudah diatur oleh sang Kuasa. Maka, sudah kewajiban bagi kita sebagai hamba untuk mempercayai setiap segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari kuasa-Nya, tidak terkecuai Ilmu pengetahuan.

Berbicara mengenai ilmu pengetahuan, maka setiap hamba wajib mempercayai bahwa setiap ilmu yang ada di dunia ini berasal dari-Nya, dan tidak ada dikotomi dalam ilmu pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan yang ada di dunia, baik sosial, politik, sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan alam, dan semua ilmu lainnya pasti terdapat nilai-nilai dan prinsip keislaman di dalamnya, meskipun sangat sulit untuk ditemukan. Banyak para pakar yang berpendapat bahwa ilmu-ilmu pnegetahuan yang lahir setelah Rasulullah wafat pada 625 H, apalagi ilmu sosial atau ilmu umum, tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Padahal, kebudayaan yang sekarang berkembang dan maju di wilayah eropa dan wilayah barat di terinspirasi oleh para ilmuwan-ilmuwan islam yang dari dulu sudah memberi peranan penting dalam perkembangan sains dan ilmu pengetahuan. 

Kita mengetahui bahwa berkembangnya ilmu matematika dan fisika tidak lepas dari peran al-Khowarizmi dalam konteks pembelajaran matematikanya. Di sisi lain, penerangan dari lampu-lampu jalan raya pada masa keemasan Dinasti Turki Ustmani menginspirasi jalan-jalan raya di kota-kota besar di wilayah Eropa, tak terkecuali Prancis dan London. Oleh karena itu, nuansa keilmuan dan kebudayaan yang ada 
sekarang ini, tidak dapat lepas dari suasana keislaman yang dibuat oleh orang-orang dulu, baik ilmuwan ataupun ulama' ulama' pemimpin islam.
Pada makalah ini, penulis akan menjelaskan korelasi antara ilmu hubungan internasional yang selama ini dipelajari oleh penstudi HI dengan konsep keislaman yang sudah ada sejak dahulu kala. Ilmu Hubungan Internasional yang paradigmanya lahir pasca perang dunia pertama dan lahir di kalangan ilmuwan barat memberikan konsep lain dalam islam, bahwa pada dasarnya konsep yang ada di dalam hubungan internasional sudah lama ada dan dibahas pada konsep Medina Charter atau Shohifatul Madina pada tahun 622 SM. Konsep Piagam Madinah yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad kala itu sudah menjadi landasan bernegara Madinah sebelum ada negara lain yang memulainya. Maka, di sini penulis melihat bahwa Hubungan Internasional merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Nabi Muhammaad SAW dan baru dikenal oleh masyarakat dunia pada sekitar abad pertengahan sampai abad ke-21, serta konsep Ilmu Hubungan Internasional yang termaktub dalam Al-Qur'an.

Pembahasan


Pengertian Ilmu Hubungan Internasional
Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, apakah itu ilmu hubungan internasional? Apakah sama antara konsep yang ditawarkan hubungan internasional yang selama ini dipelajari oleh para penstudi HI dengan konsep hubungan internasional yang sudah ada dalam agama islam?. Menurut pendapat beberapa ahli, hubungan internasional merupakan salah satu cabang dari ilmu politik yang mengurusi sistem perpolitikan antar bangsa, baik berupa ekonomi, perdagangan, hukum, hak-hak asasi manusia, lembaga-lembaga dan organisasi yang berskala internasional. Ada juga yang berpendapat bahwa hubungan internasional merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang di mana penstudi HI sebagai akademisi mempelajari suatu bangsa dan perkembangan negara tersebut. Menurut Hans J. Morghentau dalam bukunya “Politik Antar Bangsa” hubungan Internasional salah satu cabang dari ilmu politik dan tidak dapat dipisahkan darinya. Selain itu, menurut Morgenthau setiap tindakan yang dilakukan suatu negara berkenaan dengan negara lain adalah bersifat politik2.

Hans J. Morghentau, Penggagas Buku
"Politik Antar Bangsa"
Sedangkan menurut wikipedia, adalah ilmu yang mempelajari hubungan antarnegara, termasuk peran sejumlah negara, organisasi antar-pemerintah (IGO), organisasi non-pemerintah Internasional (INGO), organisasi non-pemerintah (NGO), dan perusahaan multinasional (MNC). Hubungan Internasional merupakan sebuah bidang akademik dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif, karena keduanya berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu.

Seperti yang kita ketahui, ilmu hubungan internasional yang berkembang saat ini merupakan salah satu induk dari ilmu sosial, mengapa? Karena, ilmu hubungan interasional menggunakan berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum internasional, filsafat, geografi, kerja sosial, sosiologi, antropologi, kriminologi, psikologi, studi gender, dan ilmu budaya atau kulturologi. Hubungan Internasional mencakup rentang isu yang luas, termasuk globalisasi, kedaulatan negara, keamanan internasional, kelestarian lingkungan, proliferasi nuklir, nasionalisme, pembangunan ekonomi, keuangan global, terorisme, kejahatan terorganisasi, keamanan manusia, intervensionisme asing, dan hak asasi manusia.

Secara historis, ilmu hubungan internasional yang ada di paradigma orang barat yaitu ditandai berdasarkan negara yang berdaulat, dan dimulai Perdamaian Westfalen tahun 1648, yang juga sebuah batu loncatan dalam perkembangan sistem negara modern. Padahal, sejak jauh ribuan tahun lalu, Piagam Madinah yang dicanangkan oleh Rasulullah SAW merupakan salah satu undang-undang dan peraturan tertulis pertama yang ada di dunia.
Maka, dari sini kita dapat mengetahui bahwasanya ilmu hubungan internasional yang juga berasal dari kalangan ilmuwan dan peneliti orang barat sudah dibahas sejak jutaan tahun lalu, bahkan sebelum ilmuwan-ilmuwan barat itu lahir. Konsepesi ilmu hubungan internasional yang mempelajari hubungan-hubungan antar negara, baik dari segi militer, ekonomi, politik dan lain-lain sudah lama dibahas dan dijalankan oleh Nabi dan para sahabat sejak beberapa ratus tahun lalu.

Jika kita melihat ilmu hubungan internasional sebagai salah satu cabang ilmu politik, sebenarnya, konsep perebutan kekuasaan sebagai salah satu materi inti dalam ilmu politik juga sudah dijelaskan konsep Islam itu sendiri. Berbeda dengan terminologi yang telah dikenalkan dalam keputusan politik. Al-Qur‟an memperkenalkan istilah-istilah yang relevan dengan kekuasaan politik, satu sama lainnya berbeda. Ada yang namanya “Sulthan” yang artinya “kemampuan fisik untuk melaksanakan pengaruh dan atau paksaan terhadap orang lain atau masyarakat, ada juga “Al-Mulk”, kekuasaan sebagai hak obyek hak(kepemilikan), dan “Al-Hukm”, yang artinya sebagai penyelenggaraan ketertiban dalam kehidupan manusia dengan pendayagunaan aturan-aturan atau norma hukum, baik yang berseumber dari Allah maupun Nabi-Nya ataupun hasil ijtihad manusia, aturan, norma hukum, dan pembuatan hukum.

Al-Qur'an memerintahkan agar hukum-hukum syari'at yang terkandung didalamnya ditegakkan dalam kehidupan manusia sebagai tata tertib individu dan sosial. Perintah tersebut berimplikasi pada pemberian wewenang kepada manusia untuk menata kehidupannya dengan menerapkan hukum Allah tersebut. Dan dari sini diperoleh pengertian bahwa hakikat kekuasaan politik adalah kewenangan (otoritas) untuk menyelenggarakan tertib masyarakat berdasarkan hukum Allah, kekuasaan tersebut bersumber dari Allah dan dilimpahkan melalui firman-Nya (Al-Qur'an) kepada orang-orang yang beriman. Penyelenggaraan yang tertib masyarakat yang berdasarkan hukum kepada Allah itulah yang merupakan perwujudan dari kekuasaan politik tersebut, atau dapat juga dapat diungkapkan bahwa wujud kekuasaan politik tersebut adalah sebuah sistem politik yang diselenggarakan berdasarkan dan menurut hukum Allah yang terkandung dalam Al-Qur'an.

Beberapa Prinsip Hubungan Internasional yang dapat dipahami dalam al-Quran dalam Islam.

Di antara ayat al-Quran yang relevan bagian pembahasan ini adalah: Q.S. al-Hujurat, 49: 13; yang artinya, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. Kandungan ayat 13 di atas mengemukakan bahwa manusia hanya terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan. Penyatuan kedua jenis manusia tersebut, menjadikan mereka banyak dan kemudian mereka hidup berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dengan tujuan agar mereka saling kenal mengenal untuk saling membantu dan saling membutuhkan demi tercapainya kehidupan mulia dan kemuliaan.

Kemuliaan manusia di sisi Allah terletak pada derajat ketakwaan kepada-Nya. Jika kandungan ayat tersebut pertautkan dengan ayat-ayat sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa ayat 13 ) di atas relevan dengan hubungan manusia (termasuk orang yang beriman) dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, kandungan ayat ini mengemukakan prinsip dasar hubungan sesama manusia. Hal ini dipahami dari seruan yang ditujukan kepada al-nas (seluruh manusia). Sedang kandungan 4 ayat sebelumnya yaitu Q.S. al-Hujurat, 49: 9-12 mengemukakan petunjuk pergaulan antara sesama mu'min. Dengan demikian ayat 13 di atas mengemukakan bagaimana bangunan interaksi antara manusia dengan manusia lainnya. Dari konteks pemahaman yang demikian, maka ayat di atas relevan dengan studi hubungan internasional.5 Ada beberapa kata. kunci yang relevan dengan pembahasan tersebut yaitu: 2 term.

Term pertama secara etimologis mengandung makna tampaknya sesuatu atau jinak dan lupa serta bergoncang. Makna pertama berakar kata dari huruf hamzah, nun dan sin. Sedang makna kedua dan ketiga, berakar kata dari huruf nun, sin dan ya dan huruf nun, wa dan sin. Menurut Muin dari makna tampaknya sesuatu dan jinak menunjuk dua aspek pada manusia yaitu aspek fisik lahiriahnya dan aspek kejiwaannya. Aspek kedua ini relevan dengan sifat keramahan, kesensasian dan pengetahuan, seperti ditunjukkan pada salah satu bentuk derivasi dari akar kata hamza, nun dan sin, yaitu anasa-yu’nisu dan anisa-ya'nisu. Dari konotasi makna kejiwaan tersebut dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk sosial dan mahluk kultural. Dikatakan sebagai mahluk sosial karena manusia memiliki kecenderungan alami untuk senantiasa berkumpul bersama. Sedang dikatakan sebagai mahluk kultural karena manusia memiliki kemampuan dan potensi untuk memiliki ilmu pengetahuan dan menciptakan peradaban. Konotasi makhluk sosial relevan dengan ayat 13 di atas sedangkan konotasi mahluk kultural relevan dengan Q.S al-Nahl, 16: 78.

Kata An-Nas ditemukan di dalam al-Quran sebanyak 240 kali. Menurut beberapa pakar penggunaan kata tersebut di dalam al-Quran menunjuk kepada manusia secara keseluruhan (mutlak). Pandangan ini, dapat dibenarkan mengingat dalam ayat 13 di atas, term An-Nas diikuti dengan term yang menunjukkan jenis manusia yaitu laki-laki (dzakar) dan perempuan (untsaa). Artinya baik laki-laki maupun perempuan adalah An-Nas. Dari sisi ini, dapat ditegaskan bahwa semua manusia apakah itu laki-laki, perempuan, yang kemudian keduanya menjadi bangsa dan suku yang pluralistik- diikat oleh satu ikatan yang sama yaitu ikatan kemanusiaan. Oleh karena itu laki-laki, perempuan, bangsa itu-bangsa ini, suku itu-suku ini sama derajatnya dari sisi kemanusiaannya. Term Syu'uban wa qobaaila, kedua term ini hanya sekali ditemukan di dalam al-Quran. Term syu'ub, secara etimologis mengandung dua makna pokok yang berlawanan yaitu bercerai-berai dan berkumpul. Sedang term qaba'il mengandung makna pokok sesuatu berhadapan dengan sesuatu yang lain. Secara leksikologis term pertama menunjuk makna kelompok manusia yang berkumpul berdasarkan ikatan keturunan, bahasa dan aturan-aturan yang disepakati bersama. Al-Ashfahani berkata bahwa kata ini menunjuk makna, manusia. Yang berkumpul dalam satu kehidupan. Secara leksikologis term kedua menunjuk makna yang bercabang, seperti sekelompok manusia yang diikat oleh suatu kebutuhan hidup, hajat dan keadaan yang sama; kelompok manusia yang bernasab satu ayah dan moyang; jenis hewan dan tumbuhan: tambalan pakaian. Ibnu Mansyur berkata makna qabail adalah anggota bangsa yang dihubungkan dengan kebutuhan dan hajat yang sama. Sedang al-Ashfahani mengartikannya dengan sekelompok manusia yang dikumpulkan, sebagian dari mereka menerima sebagian lainnya.

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa dalam pandangan al-Quran, hubungan masyarakat manusia baik yang berskala kecil maupun skala internasional (masyarakat dunia atau masyarakat internasional) mesti dibangun atas dasar dan prinsip bahwa semua manusia itu sama dan tidak ada perbedaannya dari sisi kemanusiannya. Inilah yang dimaksudkan dengan pesan Nabi saw. yang disampaikan di Haji Wadha‟. Yaitu, Nabi saw. berpesan: "Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhanmu Esa, ayahmu satu, tidak ada kelebihan orang Arab atas bukan Arab, tidak juga bukan Arab atas orang Arab atau orang yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa." Pesan Nabi SAW dalam hadis tersebut sejalan dengan kandungan ayat 13 surah al-Hujurat di atas.

Menurut Ahmad Mujahid dalam tulisannya, “Hubungan Internasional dalam Al-Qur'an, prinsip dasar ini kemudian berimplikasi pada bentuk pemikiran universal kemanusiaan yang tidak disekat dengan teritorial-geografis (trans teritorial-geografis) seperti yang dikenal dalam bentuk pemikiran negara dan politik nasionalisme". Inilah mungkin salah satu alasan mengapa al-Quran tidak menggunakan term daulah (negara) dalam menunjuk kelompok sosial manusia, sebagai penjabaran lebih jauh dari prinsip di atas, tetapi menggunakan term lainnya, seperti term syu'ub dan qaba'il serta berbagai term lainnya. Hal ini menarik untuk di analisis. Tapi, satu alasan (yang mungkin dapat dipertimbangkan dan didiskusikan lebih jauh), yaitu konsep syu’ub lebih luas dibanding dengan konsep kenegaraan. Dikatakan demikian karena konsep syu'ub tersebut tidak disekat dengan teritorial-geografis. Demikian pula dengan kesukuan (qabail). Selain itu, dari sudut sosiologis perekat vang melekat pada istilah syu'ub dan qaba'il lebih kuat dibanding dengan perekat kenegaraan.

Perjanjian Hudaibiyyah dan Piagam Madinah sebagai Tonggak Sejarah Kehidupan Bangsa Bernegara. 



Berkembangnya Islam sampai ke seluruh penjuru dunia, dan tetap bertahan sampai zaman sekarang ini, salah satu faktornya adalah kecerdasan sang pembawa risalah tersebut, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah tokoh dengan karakter yang paling hebat. Bahkan Michael J Hart yang non muslim pun menempatkan beliau di urutan teratas dalam daftar 10 orang terhebat dalam buku karyanya. Salah satu bukti kehebatan Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa terjadinya Perjanjian Hudaibiyah, atau Shulhul Hudaibiyah.

Sedangkan isi dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut menurut riwayat, intinya adalah:
1. Gencatan senjata antara Mekah dengan Madinah selama 10 tahun.
2. Bagi penduduk Mekah yang menyeberang ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah.
3. Bagi penduduk Madinah yang menyeberang ke Mekah tidak boleh kembali ke Madinah.
4. Bagi penduduk selain Mekah dan Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah.
5. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya harus meninggalkan Mekah.
6. Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya dipersilahkan kembali lagi ke Mekah setahun setelah perjanjian itu, dan akan dipersilahkan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Dalam masa 3 hari itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar dari Mekah.

Peraturan yang tertulis ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu, sebelum lahirnya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibuat oleh United Nation pada tahun 1920. Bahkan perjanjian Hubaibiyyah menurut banyak ahli politik kenegaraan sebagai tonggak dasar kehidupan bangsa dan bernegara. Ini membuktikan bahwa kehidupan bernegara sebelum adanya ilmu hubungan internasional dan Persatuan Bangsa-bangsa pada tahun 1920, sudah lama diselenggarakan oleh Nabi.
Ketika perjanjian ini diselenggarakan, Nabi Muhammad SAW mempunyai pandangan yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Dan hal ini tidak pernah beliau beritahukan kepada sahabat- sahabat beliau, bahkan kepada Abu Bakar r.a dan Umar r.a. Ini beliau lakukan demi menjaga rahasia strategi beliau. Maka beliau membiarkan para sahabat dan Kaum Muslimin dalam keadaan seperti itu. Ternyata, setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran bahwa paling tidak ada 2 hal penting yang beliau ambil dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut.

Perjanjian ini ditandatangani oleh Kaum Quraisy dengan Suhail bin Amr sebagai wakilnya. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya. Dengan perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa-apa, sejak perjanjian itu dibuat bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab. Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum atau seseorang tanpa orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa dilihat dalam Al Qur‟an Surat Al Hajj ayat 39- 40.

Maka dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga, diantaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam. Kemudian dengan dijaminnya Quraisy tidak akan memusuhi Kaum Muslimin, maka Kaum Muslimin bisa dengan leluasa menghukum Kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap Kaum Muslim Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga Kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah.

Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW tahu betul karakter orang- orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar perjanjian itu sebelum masa berlakunya selesai. Dan itu benar- benar terjadi. Maka ketika Bani Bakr yang menyatakan berpihak kepada Quraisy dan didukung beberapa tokoh Quraisy diantaranya Ikrima bin Abu Jahal menyerang Bani Khuza‟ah yang menyatakan memihak Madinah, Nabi Muhammad segera menyiapkan rencana untuk menghukum Kaum Quraisy. Dan pada akhirnya, terjadilah penaklukan Mekah tanpa perlawanan berarti dari penduduk Mekah. Mekkah yang pada saat itu memenangkan konflik yang berkepanjangan dan Mekkah memulai babak baru dalam perkembangan Islam.

Lima belas abad yang lalu sebelum banyak masyarakat dunia mengenal konsitusi tertulis, bersamaan tahun pertama Hijrah pada tahun 622 M, Rasulullah Muhammad telah membuat “Piagam Madinah” yang dikenal konstitusi tertulis pertama di dunia dan sangat luar biasa.
Penyebutan konstitusi tertulis pertama di dunia ini bukan tanpa dasar. Sebab konstitusi Aristoteles Athena yang ditulis pada Papyrus, ditemukan oleh seorang misionaris Amerika di Mesir baru pada tahun 1890 dan diterbitkan pada tahun 1891, itupun tidak dianggap sebuah konstitusi. Tulisan-tulisan hukum lainnya pada perilaku masyarakat kuno telah ditemukan, tetapi tidak dapat digambarkan sebagai konstitusi.

Sementara itu, sejarah konstitusi Amerika Serikat baru disusun beberapa tahun setelah pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat (AS) yang ditanda tangani pada tahun 1776. Itupun mengalami banyak perubahan (amandemen) “Piagam Madinah” (Madinah Charter) adalah konstitusi tertulis pertama mendahului Magna Carta, yang berarti Piagam Besar, disepakati di Runnymede, Surrey pada tahun 1215. Landasan bagi konstitusi Inggris ini pula yang menjadi rujukan Amerika membuat konstitusi yang selama ini dianggap oleh Barat sebagai “dokumen penting dari dunia Barat” dan menjadi rujukan/model banyak negara di dunia. Kehadiran “Piagam Madinah” nyaris 6 abad mendahului Magna Charta, dan hampir 12 abad mendahului Konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis.9
Kandungan “Piagam Madinah” terdiri daripada 47 pasal, 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu; antara Kaum Anshar dan Kaum Muhajirin.

ISI PIAGAM

Berikut ini adalah poin-poin piagam secara ringkas:
A. Poin-Poin yang berkaitan dengan Kaum Muslimin.

1. Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang bergabung dan berjuang bersama mereka adalah satu umat, yang lain tidak.
2. Kaum mukminin yang berasal dari Muhajirin, bani Sa'idah, Bani 'Auf, Bani al Harits, Bani Jusyam, Bani Najjar, Bani Amr bin 'Auf, Bani an Nabit dan al-Aus boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu tolong-menolong dalam membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
3. Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh membiarkan orang yang menanggung beban berat karena memiliki keluarga besar atau utang diantara mereka, membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
4. Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus menentang orang yang zalim diantara mereka. Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang zhalim, meskipun orang yang zhalim adalah anak dari salah seorang diantara mereka.
5. Jaminan Allah itu satu. Allah akan memberikan jaminan kepada kaum muslimin yang paling rendah. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu diantara mereka, tidak dengan yang lain.
6. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan santunan selama kaum Yahudi ini tidak menzhalimi kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh dalam memerangi kaum muslimin

B. Poin-poin yang berkaitan dengan Kaum Musyrik

Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa kaum kafir Quraisy (Makkah) dan juga tidak boleh menghalangi kaum muslimin darinya.

C. Poin-poin yang berkaitan Dengan Yahudi.
1. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
2. Kaum Yahudi dari Bani 'Auf adalah satu umat dengan mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani Najjar, bani Harits, Bani Sa'idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani dan Bani Tsa‟labah. Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
3. Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut berperang, kecuali dengan izin Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban menanggung biaya perang mereka. Kaum muslimin dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang yang memusuhi pendukung piagam ini, saling memberi nasehat serta membela pihak yang terzhalimi.

D. Poin-poin yang berkaitan dengan ketentuan umum:
1. Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga pendukung piagam ini. Dan sesungguhnya orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dan tidak khianat. Jaminan tidak boleh diberikan kecuali dengan seizin pendukung piagam ini.
2. Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, maka penyelesaiannya menurut Allah Azza wa Jalla, dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Kaum kafir Quraisy (Mekkah) dan juga pendukung mereka tidak boleh diberikan jaminan keselamatan.
4. Para pendukung piagam harus saling membantu dalam menghadapi musuh yang menyerang kota Yatsrib.
5. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah juga aman, kecuali orang yang zhalim dan khianat. Dan Allah Azza wa Jalla adalah penjamin bagi orang yang baik dan bertakwa juga Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari beberapa poin-poin piagam madinah tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa aturan-aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad dan para pembesar Madinah kala itu merupakan salah satu kejeniusan nabi dalam ketatanegaraan, serta dalam mengambil kebijakan politik ala nabi sendiri. Nabi Muhammad sangat mahir dalam pembuatan keputusan serta pengambilan kebijakan. Pelajaran yang dapat kita ambil dari Piagam Madinah tersebut yaitu, Piagam ini merupakan peraturan pertama yang ditulis di dunia. Selain itu Dalam piagam ini terdapat landasan perundang-undangan, misalnya :
a. Pembentukan umat berdasarkan aqidah dan agama sehingga mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun berada.
b. Pembentukan umat atau jama‟ah berdasarkan tempat tinggal, sehingga mencakup muslim dan non muslim yang tinggal disana.
c. Adanya persamaan dalam pergaulan secara umum.
d. Larangan melindungi pelaku kriminal.
e. Larangan bagi kaum Yahudi untuk ikut berperang kecuali dengan izin Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
f. Larangan perbuatan zhalim pada harta, kehormatan dan lain sebagainya.
g. Larangan melakukan perjanjian damai secara pribadi dengan musuh.
h. Larangan melindungi pihak musuh.
i. Keharusan ikut andil dalam pembiayaan yang diperlukan dalam rangka membela negara.
j. Keharusan membayar diyat dari yang melakukan pembunuhan.
k. Tebusan tawanan.
l. Melestarikan kebiasaan yang baik.

Penutup

Kesimpulan

Dari apa yang dijelaskan diatas tadi, penulis berharap bahwa apa yang dipelajari dalam studi ilmu Hubungan Internasional tidak dapat lepas dari ilmu pengetahuan agama islam, yang juga merupakan sejarah-sejarah kenabian Nabi Muhammad. Selain itu, secara historis, hubungan internasional yang lahir pasca perang dunia juga menjadi bahan studi para ilmuwan barat untuk menganalisis hubungan suatu negara dengan negara lain, sehingga banyak dari penstudi hubungan internasional lahir dari kawasan negara-negara yang berkecimpung dalam perang dunia kala itu, dan peranan ilmuwan muslim sangat transparan. Hubungan Internasional yang menjadi mata kuliah pada abad ini di berbagai perguruan tinggi di berbagai universitas di dunia menjadi salah satu euphoria tersendiri bagi setiap penstudinya, karena para penstudi HI itu sendiri mempelajari hubungan negara-negara dari segi apapun, agar tidak terjadi perang dunia kembali, sebagaimana yang terjadi pada tahun 1914 dan 1940.

Hubungan internasional telah menjadi salah satu euphoria tersendiri dalam hidup Habluminannas atau hubungan antar manusia di zaman modern ini, dulunya keberadaan hubungan internasional hanya terbatas dalam lingkup antara negara dengan negara atau pemerintah negara satu dengan negara yang lain. Seiring dengan berkembangnya zaman maka subyek hubungan internasional telah berkembang dan tentunya cakupannya menjadi luas yaitu salah satunya menjadi hubungan individu satu dan individu yang lain di negara yang berbeda. Al-Qur‟an juga memandang bahwa kehidupan yang baik itu merupakan kehidupan yang sangat menjunjung tinggi kesejahteraan dan keselamatan bagi setiap warga negara pada suatu bangsa, sehingga terciptalah perdamaian. Mengutip pembukaan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa “…Memajukan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas prinsip kesamaan hak dan hak-hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri, dan mengambil tindakan-tindakan lain yang tepat untuk memperteguh perdamaian dunia…”10, konsep perdamaian juga sudah dijelaskan dalam islam sejak Rasulullullah menetapkan Piagam Madinah pada tahun 622 SM.

Semoga apa yang dibahas oleh penulis pada makalah ini bermanfaat bagi kita semua semua. Maka, dimulai dari bangku kuliah Universitas Darussalam, penulis berharap lulusan Universitas Darussalam Gontor khususnya untuk program Studi Hubungan Internasional dapat mengembalikan kembali peran Islam yang sesungguhnya, baik dalam hubungan antar sesama dalam wujud sosialisasi masyarakat, dan juga hubungan antar negara.

Daftar Pustaka
1. Morgenthau, J. Hans, Politic Among Nations, The Struggle for Power and Peace, diterjemahkan oleh S. Maimoern, A. M., Fatwan, Cecep Sudrajat dengan judul Politik Antar Bangsa, edisi revisi, Jakarta Pustaka Obor, 2010
2. Al-Umariy, DR Akram Dhiya‟, dalam as Siraatun Nabawiyah as Shahihah dan DR Mahdi Rizqullah Ahmad dalam as Siratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashadiril Ashliyyah, disalin oleh Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah, Surakarta.
3. Salim, Abdul Mu‟in, Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, cetakan pertama, PT. Raja Grafindo Persada, 1994
4. http://ahmadharakan.com/hubungan-internasional-dari-perspektif-alquran/,diakses April 2015.
5. https://www.islampos.com/perjanjian-hudaibiyah-bukti-kejeniusan-politik-nabi-99285/, diakses 21 Mei 2015.
6. http://www.uin-alauddin.ac.id/download-3.%20Hub.%20Internasional-Mujahid.pdf, ditulis oleh Ahmad Mujahid, hal: 231, diakses pada 21 mei 2015.
7. http://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2014/11/15/33214/piagam-madinah-konstitusi-tertulis-pertama-di-dunia-1.html
---o0o---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...