Rabu, 24 Juni 2015

Bandung Conference and Beyond: Rethinking of International Order, Identity, Security, and Justice in a Post-Western World.

--Laporan Hasil Seminar--

Bandung Conference and Beyond: Rethinking  of International Order, Identity, Security, and Justice in a Post-Western World”.
Universitas Gajah Mada, 8-9 April 2015, Yogyakarta.
Ditulis oleh: Muhammad Akbar Rahmadi/HI/2


Prolog
“Bandung Conference and Beyond” adalah salah satu agenda yang diadakan oleh Institute of International Studies dan Department of International Relations Universitas Gajah Mada atas kerjasama dengan University of Queensland, Australia. Agenda ini berlangsung selama dua hari dari tanggal 8-9 April 2015. Acara ini dilaksanakan demi memperingati Konferensi Asia-Afrika yang terjadi 60 tahun silam, yaitu pada tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat. Acara ini juga dilaksanakan untuk memperingati bahwasanya Dasasila Bandung yang dihasilkan dalam konferensi Asia Afrika 1955 dapat mewujudkan perdamaian dan keamanan antara negara-negara berkembang yang baru merdeka pada saat itu. Insitute of International Studies juga  menghadirkan 50 presenter dari berbagai negara, yang setiap makalah yang diterbitkan berdasarkan dari 9 topik mengenai isu-isu  dalam teori dalam hubungan internasional serta menurut perspektif South-North Asean, yang lebih mengedepankan penerapan teori-teori dalam Hubungan Internasional dalam pandangan negara-negara yang berada di kawasan Asean. Agenda ini juga didukung oleh salah satu media massa, yaitu Harian Kompas, serta kedutaan besar Indonesia untuk India, Bank Central Asia (BCA), perusahaan radio lokal Swaragama FM, Geronimo FM dan P.T Telkom Indonesia.     
Prosedur Acara         
Konferensi dimulai pada pukul 07.30 pagi yang bertempat di Balai Senat Room, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada pada pukul 08.00, bahkan agak terlambat sampai 08.15 disebabkan peserta dan tamu undangan masih melakukan registrasi di lantai utama. Ketika acara dimulai, sang pembawa acara mulai membuka acara tersebut dan mempersilahkan kepada Rektor Universitas Gadjah Mada untuk memberi sambutan pembuka. Kemudian dilanjutkan setelahnya sambutan dari Menteri Luar Negeri wanita pertama Indonesia, Ibu  Retno LP Marsudi dan pembukaan resmi dari beliau dengan memukul gong yang telah disediakan oleh panitia.
Setelah acara pembukaan dan sambutan dari Ibu Menteri, barulah kemudian acara secara resmi dimulai. Untuk pembicara pertama yang memberi sambutan yaitu Prof. Amitav Acharya, selaku Professsor di School Of International Service, American University. Beliau menjelaskan dari apa yang meng-ilhami penyelenggaraan konferensi ini, serta mengingat kembali perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjujung tinggi keamanaan dan keadilan dalam hubungan negara-negara yang dijajah ketika itu. Di sela-sela pemaparannya, beliau juga memperlihatkan foto-foto zaman dulu yang mengabadikan konferensi Asia-Afrika sejak 60 tahun yang lalu.
Setelah sambutan dari beliau, agenda selanjutnya yaitu coffe break yag dilangsungkan disamping ruang Balai Senat Room, sehingga memudahkan interaksi satu peserta ke peserta yang lain. Coffe break dan ramah tamah selesai, acara selanjutnya yaitu Diskusi Paripurna, yang dihadiri oleh Professor di School of International Studies, Jawaharlal Nehru University, Prof. A.K. Ramakrishnan, dan Professor di Department of International Relations, Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed serta dosen senior di School of Political Science and International Studies, University of Queensland, Dr. Andrew Phillips. Diskusi berlangsung dengan lancar dan para tamu undangan yang menghadiri sangat antusias dalam ruangan. Di akhir sesi, para pembicara memberikan termin pertanyaan dan mendapat respon yang sangat positif dari para hadirin, sehingga banyak para hadirin yang melontarkan pertanyaan yang membuat para pembicara menjawab dengan antusias pula.

Pukul 12.30, acara selesai dan akan dilanjutkan setelah dzuhur, yaitu pukul 14.00. Acara berikutnya  makan siang dan ramah tamah yang juga disuguhkan oleh panitia disamping Balai Senat Room. Barulah dari para hadirin ada yang menuju ke masjid dan musholla kampus untuk menunaikan sholat dzuhur. Setelah dzuhur, acara selanjutnya yaitu diskusi panel yang diadakan di ruang panel masing-masing, sesuai dengan tempat yang telah dibagikan oleh panitia. Pantia juga membagi kelompok sesuai dengan apa yang ditulis peserta ketika registrasi pertama kali. Pembicara atau presenter yang hadir ada sekitar lima puluhan orang serta lengkap dengan makalah yang akan dibahas dalam ruangan nantinya. Setiap presenter mengeksplorasikan makalah yang akan dibahasnya, serta setiap presenter diberi waktu sekitar 30-45 menit. Karena masalah yang diprioritaskan dalam seminar kali ini adalah teori hubungan internasional dalam perspektif Asia Tenggara, maka banyak dari presenter yang menjelaskan tentang bagaiaman seharusnya hubungan internasional yang cocok diterapkan di wilayah Selatan dan juga Asia Tenggara, mengingat negara-negara maju yang notabenenya ilmu dan teori hubungan internasional berasl dari negara-negara tersebut.  


Kesimpulan

Dari konferensi ini, kita mengetahui bahwasanya Konferensi Asia-Afrika yang diselenggarakan 60 tahun yang lalu telah memberikan sumbangsih yang sangat besar kepada negara-negara Asia dan Afrika. Dan, kita harus memandang Konferensi Asia-Afrika 1955 sebagai tempat di mana segala kepentingan, nilai-nilai, baik budaya, keamanan, dan keadilan dijunjung tinggi serta posisi negara Asia-Afrika yang disuarakan sendiri dapat menjadi simbol partisipasi aktif dalam mewujudkan politik Internasional. Selain itu, kita juga harus memandang konferensi Asia Afrika sebagai tonggak sejarah dalam mewujudkan perdamaian di dunia yang dimulai dari negara-negara Afrika dan Asia sebagai pelopornya.

Konferensi Asia Afrika juga menjadi salah satu konferensi Internasional yang menjadi ikon kemajuan negara Asia dan Afrika, serta dalam mewujdkan perdamaian dunia. Konferensi ini juga memperlihatkan bahwa kita sebagai bnagsa Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam kebudayaan dapat melaksanakan acara yang dapat menarik seluruh perhatian dunia. Oleh karena itu, pandangan dalam perspektif penjajah terhadap negara berkembang tidak hanya sebagai negara yang dapat diambil harta kekayaannya saja, melainkan negara yang turut serta dalam mewujudkan perdamian dunia dan keadilan dunia. Indonesia yang menerapkan konsep luar negeri yang bebas aktif sangat mampu dalam mewujudkan perdamaian dunia, sehingga tidak ada alasan bagi bangsa ini untuk tidak ikut serta aktif dalam mewujudkannya.

Oleh karena itu, dalam peringatan Konferensi Asia-Afrika yang ke-60, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Univeritas Queensland Australia dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia serta memberikan pelajaran yang sangat penting kepada bangsa Indonesia, khususnya bagi para peserta untuk tidak melupakan sejarah yang telah diukir oleh bangsa kita.

Di sisi lain, acara ini juga dilaksanakan dengan full english, mengingat acara ini merupakan acara yang berskala Internasional, sehingga turut menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar bagi semua undangan yang hadir.

---o0o---



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...