“Bandung Conference and Beyond: Rethinking of International Order, Identity, Security,
and Justice in a Post-Western World”.
Universitas Gajah Mada, 8-9 April 2015, Yogyakarta.
Ditulis oleh: Muhammad Akbar Rahmadi/HI/2
Prolog
“Bandung Conference and Beyond” adalah salah satu agenda yang
diadakan oleh Institute of International Studies dan Department of
International Relations Universitas Gajah Mada atas kerjasama dengan University
of Queensland, Australia. Agenda ini berlangsung selama dua hari dari tanggal
8-9 April 2015. Acara ini dilaksanakan demi memperingati Konferensi Asia-Afrika
yang terjadi 60 tahun silam, yaitu pada tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat.
Acara ini juga dilaksanakan untuk memperingati bahwasanya Dasasila Bandung yang
dihasilkan dalam konferensi Asia Afrika 1955 dapat mewujudkan perdamaian dan
keamanan antara negara-negara berkembang yang baru merdeka pada saat itu.
Insitute of International Studies juga menghadirkan 50 presenter dari berbagai
negara, yang setiap makalah yang diterbitkan berdasarkan dari 9 topik mengenai
isu-isu dalam teori dalam hubungan
internasional serta menurut perspektif South-North Asean, yang lebih
mengedepankan penerapan teori-teori dalam Hubungan Internasional dalam
pandangan negara-negara yang berada di kawasan Asean. Agenda ini juga didukung
oleh salah satu media massa, yaitu Harian Kompas, serta kedutaan besar
Indonesia untuk India, Bank Central Asia (BCA), perusahaan radio lokal Swaragama
FM, Geronimo FM dan P.T Telkom Indonesia.
Prosedur
Acara
Konferensi dimulai pada pukul 07.30 pagi yang bertempat di Balai
Senat Room, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada pada pukul 08.00, bahkan agak
terlambat sampai 08.15 disebabkan peserta dan tamu undangan masih melakukan
registrasi di lantai utama. Ketika acara dimulai, sang pembawa acara mulai
membuka acara tersebut dan mempersilahkan kepada Rektor Universitas Gadjah Mada
untuk memberi sambutan pembuka. Kemudian dilanjutkan setelahnya sambutan dari
Menteri Luar Negeri wanita pertama Indonesia, Ibu Retno LP Marsudi dan pembukaan resmi dari beliau
dengan memukul gong yang telah disediakan oleh panitia.
Setelah acara pembukaan dan sambutan dari Ibu Menteri, barulah
kemudian acara secara resmi dimulai. Untuk pembicara pertama yang memberi
sambutan yaitu Prof. Amitav Acharya, selaku Professsor di School Of
International Service, American University. Beliau menjelaskan dari apa yang
meng-ilhami penyelenggaraan konferensi ini, serta mengingat kembali perjuangan
bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjujung tinggi
keamanaan dan keadilan dalam hubungan negara-negara yang dijajah ketika itu. Di
sela-sela pemaparannya, beliau juga memperlihatkan foto-foto zaman dulu yang
mengabadikan konferensi Asia-Afrika sejak 60 tahun yang lalu.
Setelah
sambutan dari beliau, agenda selanjutnya yaitu coffe break yag dilangsungkan
disamping ruang Balai Senat Room, sehingga memudahkan interaksi satu peserta ke
peserta yang lain. Coffe break dan ramah tamah selesai, acara selanjutnya yaitu
Diskusi Paripurna, yang dihadiri oleh Professor di School of International Studies, Jawaharlal
Nehru University, Prof. A.K. Ramakrishnan, dan Professor di Department of
International Relations, Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed serta
dosen senior di School of Political Science and International Studies,
University of Queensland, Dr. Andrew Phillips. Diskusi berlangsung dengan lancar
dan para tamu undangan yang menghadiri sangat antusias dalam ruangan. Di akhir
sesi, para pembicara memberikan termin pertanyaan dan mendapat respon yang
sangat positif dari para hadirin, sehingga banyak para hadirin yang melontarkan
pertanyaan yang membuat para pembicara menjawab dengan antusias pula.
Pukul 12.30, acara selesai dan akan
dilanjutkan setelah dzuhur, yaitu pukul 14.00. Acara berikutnya makan siang dan ramah tamah yang juga disuguhkan
oleh panitia disamping Balai Senat Room. Barulah dari para hadirin ada yang
menuju ke masjid dan musholla kampus untuk menunaikan sholat dzuhur. Setelah dzuhur,
acara selanjutnya yaitu diskusi panel yang diadakan di ruang panel
masing-masing, sesuai dengan tempat yang telah dibagikan oleh panitia. Pantia
juga membagi kelompok sesuai dengan apa yang ditulis peserta ketika registrasi
pertama kali. Pembicara atau presenter yang hadir ada sekitar lima puluhan
orang serta lengkap dengan makalah yang akan dibahas dalam ruangan nantinya. Setiap presenter mengeksplorasikan makalah yang akan
dibahasnya, serta setiap presenter diberi waktu sekitar 30-45 menit. Karena masalah
yang diprioritaskan dalam seminar kali ini adalah teori hubungan internasional
dalam perspektif Asia Tenggara, maka banyak dari presenter yang menjelaskan
tentang bagaiaman seharusnya hubungan internasional yang cocok diterapkan di
wilayah Selatan dan juga Asia Tenggara, mengingat negara-negara maju yang
notabenenya ilmu dan teori hubungan internasional berasl dari negara-negara
tersebut.
Kesimpulan
Dari konferensi ini, kita mengetahui bahwasanya Konferensi
Asia-Afrika yang diselenggarakan 60 tahun yang lalu telah memberikan sumbangsih
yang sangat besar kepada negara-negara Asia dan Afrika. Dan, kita harus
memandang Konferensi Asia-Afrika 1955 sebagai tempat di mana segala
kepentingan, nilai-nilai, baik budaya, keamanan, dan keadilan dijunjung tinggi
serta posisi negara Asia-Afrika yang disuarakan sendiri dapat menjadi simbol
partisipasi aktif dalam mewujudkan politik Internasional. Selain itu, kita juga
harus memandang konferensi Asia Afrika sebagai tonggak sejarah dalam mewujudkan
perdamaian di dunia yang dimulai dari negara-negara Afrika dan Asia sebagai
pelopornya.
Konferensi Asia Afrika juga menjadi salah satu
konferensi Internasional yang menjadi ikon kemajuan negara Asia dan Afrika,
serta dalam mewujdkan perdamaian dunia. Konferensi ini juga memperlihatkan
bahwa kita sebagai bnagsa Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai
macam kebudayaan dapat melaksanakan acara yang dapat menarik seluruh perhatian
dunia. Oleh karena itu, pandangan dalam perspektif penjajah terhadap negara berkembang
tidak hanya sebagai negara yang dapat diambil harta kekayaannya saja, melainkan
negara yang turut serta dalam mewujudkan perdamian dunia dan keadilan dunia.
Indonesia yang menerapkan konsep luar negeri yang bebas aktif sangat mampu
dalam mewujudkan perdamaian dunia, sehingga tidak ada alasan bagi bangsa ini
untuk tidak ikut serta aktif dalam mewujudkannya.
Oleh karena itu, dalam peringatan Konferensi
Asia-Afrika yang ke-60, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Univeritas
Queensland Australia dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia serta
memberikan pelajaran yang sangat penting kepada bangsa Indonesia, khususnya bagi
para peserta untuk tidak melupakan sejarah yang telah diukir oleh bangsa kita.
Di sisi lain, acara ini juga dilaksanakan dengan full
english, mengingat acara ini merupakan acara yang berskala Internasional, sehingga
turut menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar bagi semua undangan
yang hadir.
---o0o---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar