Jumat, 24 April 2015

Apa itu Hukum Internasional?

  1. Pengertian Hukum Internasional
1.      Pengertian Hukum Internasional
Sejak zaman Romawi, dahulu kala telah ada suatu jenis hukum yang kini disebut “hukum Internasional”. Pada zaman itulah dimulai tata pengelolaan negara dengan memakai hukum Internasional, meskipun  dalam skala kecil, karena yang memakai ketika itu masih negara Roma, Yunani. Akan tetapi banyak para pakar yang mengatakan kalau inilah yang menjadi cikal bakal Hukum Internasional yang dipakai negara-negara maju dan berkembang saat ini. Adapun istilah yang tertua tentang penyebutan hal tersebut ialah “ius gentium”, yang kemudian diterjemahkan menjadi “volkerrrecht” dalam bahasa Jerman, “droit de gens” dalam bahasa Prancis. Dan “ius gentium” sebenaarnya tidak sama. Dalam hukum Romawi istilah ius gentium dipergunakan untuk menyatakan dua pengertian yang berlainan:
(a)    Ius Gentium itu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dengan orang asing, yakni orang-orang yang bukan warga Roma.
(b)   Ius Gentium adalah hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yakni hukum alam (naturrecht).

Perlu diketahui, bahwa hukum alam itu menjadi hukum dasar perkembangan hukum Internasional di Eropa dari abad ke-15 sampai dengan abad ke-19.
  Jadi, hukum yang diadakan untuk mengatur pergaulan antara negara-negara yang berdaulat dan merdeka dinamakan “hukum internasional” atau “hukum antar negara-negara” (law of nation, droit international publique). Yang dimaksud hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara yang bukan bersifat perdata. Dalam dunia percaturan internasional, dewasa ini terdapat hukum yang mengatur kepentingan ngara dan warga negaranya, yaitu hukum internasional publik yang lazim disebut hukum internasional dan hukum internasional privat yang dinamakan hukum perdata internasional.
Untuk mengetahui hukum Internasional dan hukum perdata Internasional dapat kita tinjau dari subjek hukumnya. Subjek hukum internasional adalah negara atau badan hukum publik, sedangkan subjek hukum perdata internasional adalah perseorangan (individu) atau badan hukum perdata. hukum internasional publik mengatur hubungan antar negara, sedangkan hukum perdata internasionaal mengatur hubungan antar warga negara, misalnya hubungan antar warga negara Indonesia dengan warga negara Singapura. Persamaan antara hukum Internasional dan hukum Perdata Internasional ialah bahwa kedua hukum internasional tersebut sama-sama mengatur hubungan subjek hukum yang melintasi batas-batas negara (mengatur hubungan internasional). Oleh sebab itu, kedua hukum tersebut selalu mengandung unsur-unsur asing di dalamnya, yaitu hubungan hukum yang terjadi berkenaan dengan sebuah negara dan negara lain atau warga negara dengan orang asing atau orang asing dalam sebuah negara.
2.      Sumber-sumber Hukum Internasional
Sumber-sumber hukum internasional terdapat pada pasal 38 ayat (1) di Piagam Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut:
1.      Traktat Internasional (International Convention)
2.      Kebiasaan-kebiasaan internasional (International Custom) yang diakui sebagai hukum oleh negara-negara di dunia.
3.      Asas hukum umum (General Principal of Law) yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (civilized nations).
4.      Yurisprudensi Internasional.

1.      Traktat Internasional
Traktat Internasional merupakan bentuk perjanjinan yang dilakukan oleh negara-negara yang berhubungan dengan masalah internasional. Dengan begitu, perjanjian internasional adalah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antara negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa denagn tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu pula.
      Syarat-syarat terjadinya perjanjian itu antara lain;
a.       Negara-negara yang bergabung dalam organisasi
b.      Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu.
c.       Kata sepakat untuk melakukan sesuatu.
d.      Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi.
 Ciri-ciri perjanjian internasional itu sendiri adalah;
1.      Perjanjian yang dilaksanakan semua negara dan disepakati oleh semua negara tersebut (multilateral).
2.      Perjanjian yang dilakukan oleh dua negara yang bersangkutan (bilateral) atau tiga negara yang bersangkutan saja (triteral).
2.  Kebiasaan Internasional.
        Kebiasaan Internasional merupakan hukum kebiasaan yang berlaku antar negara-negara dalam mengadakan hubungan hukum, dan dapat diketahui dari praktek pelaksaan pergaulan negara-negara itu.
        Maka dari itu, kebiasaan internasional adalah peraturan-peraturan yang dapat diketahui dari diulanginya perbuatan-perbuatan yang diakui oleh keyakinan dan kesadaran tentang hukum dan yang berlaku dalam hubungan internasional.
         Mochtar Kusumaatmaja memberikan tahapan-tahapan dalam melakukan perjanjian, tahapan itu meliputi;
1.      Perundingan(Negotiation).
2.      Penandatanganan (Signature).
3.      Pengesahan( Ratification).

4.      Asas-asas Hukum Umum
         Asas-asas hukum yang dimaksud di sini adalah prinsip-prinsip hukum yang mendasari sistem-sistem hukum modern. Apa itu Sistem Hukum Modern? Sistem Hukum Modern ialah sistem hukum positif yang mendasarkan atas asas-asas dan lembaga-lembaga hukum negara-negara Barat yang sebagian besar berasal dari Romawi.
        Menurut Sri Setianingsih Suwardi, fungsi dan prinsip-prinsip hukum umum ini ada tiga yaitu:
a.       Sebagai pelengkap dari hukum kebisaan dan perjanjian internasional.
b.      Sebagai alat penafsiran bagi perjanian internasional dan hukum kebiasaan.
c.       Sebagai pembatas bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.

5.      Yurisprudensi Internasional
Yurisprudensi Internasional adalah putusan-putusan Hakim dan ajaran-ajaran dari para sarjana hukum internasioanl yang ternama mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam hubungan Internasional. Di mana sumber hukum ini ialah sumber hukum tambahan, artinya dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu masalah yang didasarkan atas sumber-sumber hukum primer (Traktat dan kebiasaan internasional, red).   
3.      Subjek-subjek Hukum Internasional
Subjek-subjek Hukum Internasional adalah pemegang hak-hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Di mana subjek hukum internasional demikian disebut sebagai subjek hukum internasional penuh. Artinya, yang dimaksud denagn subjek hukum internasional ialah setiap negara, badan hukum (internasional), atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan hukum internasional. Berikut beberapa subjek hukum internasional:
1.      Negara
Karena negara mrupakan aktor yang paling penting dalam melakukan hubungan natara satu dengan yang lainnya, maka negara termasuk aktor dalam hukum internasional. Selain itu, negara yang menjadi subjek hukum internasional harus negara yang merdeka dan berdaulat. Maksud dari negara yang bedaulat apa? Maksud dari negara berdaulat adalah negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara tersebut.
2.      Tahta Suci (Vatikan)
Yang dimaksud dengan tahta suci (Heilige Stoel) ialah Gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun Vatikan bukan sebuah negara sebagai yang disyaratkan negara pada umumnya, Tahta Suci tersebut mempunyai kedudukan yang sama dengan sebuah negara sebagai subjek dari hukum internasional.
3.      Manusia
Manusia sebagai makhluk yang hidup di atas bumi ini merupakan aktor yang paling fundamental dalam melaksanakan segala hukum internasional. Dalam melaksanan seluruh pelaksanaan hukum dan tata negara manusia menjadi aktor dari hukum dan menjadi pelaksana hukum tersebut. Hal itu apabila tindakan yang dilakukannya mendapat nilai positif atau nilai negatif dari apa yang dikehendaki oleh masyarakat dunia internasional. Contoh dari terlibatnya manusia dalam hukum internasional seperti tuntutan-tuntutan yang dikeluarkan Mahkamah Internasional terhadap penjahat perang dan itu merupakan salah satu contoh bahwa individu merupakan pelaksana bahkan pelanggar hukum itu sendiri. 
4.      Organisasi Internsional
Dalam pergaulan internasional kita mengetahui bahwa banyak sekali organisasi-organisasi yang dibentuk oleh negara-negara merdeka dan berdaulat yang menyangkut hubungannya dengan negara-negara lain. Bahkan sekarang menjadi lembaga negara. Menurut perkembangannya, suatu organisasi internasional lahir pada tahun 1815 dan menjadi lembaga internasional sejak adanya Kongres Wina. Seperti pada tahun 1920 didirikanlah Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Organisasi Internasional sangat banyak dan semuanya mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ada organisasi yang khusus mengurus dan mempertinggi pengajaran dan pendidikan, pemberantasan kelaparan, serta pemberantasan penyakit dan masih banyak lagi.
Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lemabaga internasional lainnya mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional. Melalui keterangan atau pernyataan “advisory opinion”. Kedudukan PBB dan organisasi internasional khusus lainnya (specilized agencies) sebagai subjek hukum internasional tidak dapat diragukan lagi. Berkaitan dengan hal tersebut, organsisasi internasional yang menjadi hukum internasional adalah:
ü  PBB (United Nations)
ü  ILO ( International Labour Organizations)
ü  World Bank
ü  IMF (International  Monetary Found)
ü  UNESCO ( United Nations Education, Scientific and Cultural Organization)
ü  WHO (World Health Organization)
ü  WMO (World Meteorological Organizations)
ü  UPU (Universal Postal Union)
ü  FAO ( Food and Agriculture Organizations)
ü  ICAO (International  Civil Aviation Organizations)
ü  IMCO ( International Maritime Consultative Organization)
ü  IAFA ( International Atomic Energy Authority)

Demikianlah apa yang dimaksud dengan hukum internasional. Negara, sebagai objek hukum, manusia sebagai aktor hukum dan organisasi internasional sebagai lembaga yang menaungi seluruh elemen tersebut saling mempunyai ketergantungan yang sangat erat. Hukum Internasional juga merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dalam dunia akademisi Hubungan Internasional, bahwa hukum internasional merupakan salah satu subjek pembelajaran yang sangat penting dalam hubungan internasional. Maka sudah layaknya kita sebagai akademisi mengerti lebih paham lagi dengan apa yang dimaksud dengan hukum internasional dalam perspektif hubungan internasional.

Semoga bermanfaat…

Jumat, 17 April 2015

Analisis terhadap Penerapan Hukum Progresif di Indonesia

Analisis terhadap Penerapan Hukum Progresif di Indonesia
Presented By: Discussion Group 3, Students of International Relations of UNIDA

Pendahuluan
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia yang diampu oleh Ibu Halimatussakdiyah, S.IP. MA. Makalah ini menjelaskan pengertian apa itu hukum progressif dan implementasinya di Indonesia menurut penggagas hukum progresif Prof Satjipto Rahardjo, Adji Samekto, yang merupakan Ketua Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dan Prof. Dr. Esmi Warassih, SH.,MS yang menjabat sebagai guru besar Fakultas Hukum UNDIP dan saat ini sedang mengemban amanah sebagai Ketua Program Doktor Fakultas Hukum UNDIP. Makalah ini juga  mengandung hasil analisis dari anggota diskusi kelompok 3 Mahasiswa Universitas Darussalam materi Sistem Hukum Indonesia Program Studi Hubungan Internasional.

Pembahasan

A.    Siapa itu Satjipto Rahardjo?

Satjipto Rahardjo, lahir di Banyumas, 15 Februari 1930 dan meninggal di Semarang, 9 Januari 2010 pada umur 79 tahun. Beliau adalah seorang guru besar dalam bidang hukum, dosen, penulis dan aktivis penegakan hukum Indonesia. Pada kisaran tahun 1970-an dan 1980-an, ia juga dikenal sebagai dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.  Mengawali karier akademiknya pada tahun 1961 sebagai dosen Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Jabatan yang pernah disandangnya pada saat menjadi dosen antara lain menjadi Dekan fakultas hukum Undip pada tahun 1971 sampai dengan 1976, kepala Pusat Studi Hukum dan Masyarakat tahun 1976-1978. jabatan lain di luar kampus diantaranya menjadi Kepala Tim BPHN pada tahun 1978, staf ahli Kapolri tahun 1983, anggota Komnas HAM periode 1993-1997 dan 1998-2002. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Undip pada tahun 1996-2001. Satjipto dikenal sebagai penulis buku-buku penegakan hukum, seperti Penegakan Hukum Progresif (2010) dan Membedah Hukum Progresif (2006).

B.     Pengertian Hukum Progresif


Progresif adalah kata yang berasal dari bahasa asing (Inggris) yang asal katanya adalah progress yang artinya maju. Hukum Progresif berarti hukum yang bersifat maju. Istilah hukum progresif, diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo, yang dilandasi asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia. Satjipto Rahardjo merasa prihatin dengan rendahnya kontribusi ilmu hukum dalam mencerahkan bangsa Indonesia, dalam mengatasi krisis, termasuk krisis dalam bidang hukum itu sendiri.

Pengertian sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo tersebut berarti hukum progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.

Secara lebih sederhana hukum progresif adalah hukum yang melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Jadi tidak ada rekayasan atau keberpihakan dalam menegakkan hukum. Sebab menurutnya, hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua rakyat.

Satjipto Rahardjo mencoba menyoroti kondisi di atas ke dalam situasi ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, meski tidak sedramatis dalam ilmu fisika, tetapi pada dasarnya tejadi perubahan yang fenomenal mengenai hukum yang di rumuskannya dengan kalimat dari yang sederhana menjadi rumit dan dari yang terkotak-kotak menjadi satu kesatuan. Inilah yang disebutnya sebagai pandangan holistik dalam ilmu (hukum).

C.    Hukum Progresif menurut Prof Adji Samekto dan Prof. Dr. Esmi Warassih.

Prof Adji menyatakan bahwa jika berbicara hukum progresif maka ada satu kata kunci yang harus kita pahami yaitu membicarakan penegakan hukum yang nantinya akan berpengaruh pada perubahan hukum. Hukum Progresif sebagian besar berbicara di ranah realitas atau empirik. Dari realitas itu terdapat gagasan yang muncul untuk memperbaiki aturan-aturan yang bersifat normatif (induktif). Jika berbicara masalah realitas maka terarah ke dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum yang dipahami oleh hukum progresif adalah menghendaki kebenaran yang diambil dari nilai-nilai kenyataan (mewujudkan das sollen dalam das sein). Hukum dalam ranah empirik maka hukum itu pasti akan mempengaruhi dan dipengaruhi faktor yang lain (fakta) atau terjadi dengan sendirinya. Di dalam realitas, hukum hanyalah sub sistem dari sub-sub ilmu yang lain. Ilmu sosial sudah menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi.

Dengan demikian diperlukan usaha penyadaran. Prof Cip tidak pernah mengatakan bahwa landasan filsafat apa yang digunakan sebagai dasar Hukum Progresif. Namun, para murid-muridnya yang melakukan dialektika untuk memperkuat gagasan hukum progresif. Hukum progresif mengajarkan betapa pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Hukum Progresif bisa kita lacak dari tokoh filsuf seperti Immanuel Kant yang memadukan cara berfikir rasional dan empiris. Dasar pemikiran Immanuel Kant dengan transendental idealisnya mengungkapkan bahwa manusia adalah pusat dan subjek daya cipta, manusia tidak sekedar melukiskan dunia namun juga merubah dunia dengan akal fikiran dan pengalaman.

Dan Hukum Progresif menurut Prof. Esmi, beliau mengatakan bahwa karena mainstream di Indonesia Positifisme (deduktif dan linear) maka Hukum Progresif harus di perjuangkan. Hukum Progresif perlu dijadikan sebagai alternatif untuk membangun pemikiran-pemikiran hukum. Kuatnya rasionalisme yang dipelopori oleh Max Webber yang mempengaruhi hukum modern mengakibatkan adanya suatu perubahan besar di dalam dunia ilmu pengetahuan yang kemudian disusul pesatnya perkembangan pemahaman rasionalitas. Ciri-ciri hukum modern, menurut Prof. Esmi adalah yang utama peraturan (membentuk hukum ke dalam teks-teks) yang berlaku secara universal, tertulis, individualistik, seragam dan liberal. Sehingga terjadi reduksi kenyataan ke dalam teks (bahwa fakta tidak bisa diubah ke dalam bentuk tulisan).

Inilah dasar munculnya hukum modern, tegas Prof. Esmi. Dengan demikian ciri tersebut adalah otonom (berdiri sendiri dan terbebas dari konteks) steril dari kenyataan (objektif). Inilah permasalahan era moderen yang sedang berlangsung, tambah Prof. Esmi. Sehingga munculah krisis-krisis yang tidak bisa di selesaikan (seperti spiritual, intelektual dan lain lain) akibat corak hukum yang positifistik karena memisahkan alam dan manusia (padahal keduanya saling berhubungan) segala sesuatu dilihat objektif. Ini akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang melihat kenyataan terpisah-pisah. Padahal dunia sosial dan hukum bersifat cair.

D.    Kesimpulan dan Hasil Analisis
Sebagaimana yang dipaparkan oleh para professor diatas, Hukum Progresif menjelaskan bahwa hukum Progresif adalah hukum yang bersifat maju dan sangat mempengaruhi lahirnya hukum modern. Seperti yang disebutkan oleh Prof. Cip bahwa hukum progresif mengubah sistem hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Guru Besar Ilmu Hukum UGM Yogyakarta yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengelaborasi pikiran-pikiran hukum progresif ke dalam 13 karakter. Antara lain hukum progresif bukan hanya teks, tetapi juga konteks. Hukum progresif mendudukkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan dalam satu garis. Jadi, hukum yang terlalu kaku akan cenderung tidak adil. Hukum progresif bukan hanya taat pada formal prosedural birokratis tetapi juga material-substantif. Tetapi yang tak kalah penting adalah karakter hukum progresif yang berpegang teguh pada hati nurani dan menolak hamba materi. “Hukum itu harus berhati nurani,” kata Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung, B. Arief Sidharta.

Dosen Universitas Nusa Cendana Kupang, Bernard L. Tanya mengingatkan hukum progresif  adalah hukum dengan semangat berbuat yang terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Hukum progresif menghendaki manusia jujur. Berani keluar dari tatanan merupakan salah satu cara mencari dan membebaskan, karena bagi Prof. Tjip, ilmu hukum progresif adalah tipe ilmu yang selalu gelisah melakukan pencarian dan pembebasan.

Maka setidaknya bangsa ini lebih memprioritaskan hukum Progresif sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Cip. Hukum progersif dapat dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan bernegara di Indonesia, mengingat penerapan hukum positif sudah memudar dan sangat sulit untuk diterapkan sepenuhnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD juga mengakui hukum progresif sulit dibuat per definisi. Bagi seorang hakim, hukum progresif adalah hukum yang bertumpu pada keyakinan hakim, dimana hakim tidak terbelenggu pada rumusan Undang-Undang. Mengunakan hukum progresif, seorang hakim berani mencari dan memberikan keadilan dengan melanggar Undang-Undang. Apalagi, tak selamanya Undang-Undang bersifat adil.  

Hukum progresif memandang bahwa hukum itu untuk manusia. Jadi hukum untuk membahagiakan manusia, hukum untuk mengabdi untuk kepentingan manusia. Bukan manusia untuk hukum. Prof. Satjipto terutama pada tahun-tahun  akhir hayatnya menyinggung apa yang disebut deep ecology. Konsep ini mengandung arti bahwa hukum bukan lagi semata untuk manusia, tetapi untuk untuk membahagiakan semua makhluk hidup dan elemen masyarakat yang menjalani kehidupan bernegara.
Maka kita sebagai mahasiswa sosial yang  mempelajari tentang hukum di Indonesia sudah sepantasnya kembali ke penerapan sistem hukum progresif yang bersifat maju dan progresif, demi kepentingan manusia, serta demi membuat manusia bahagia dengan apa menjadikannya landasan dalam kehidupan bernegara, apalagi di Indonesia. Hukum Progresif sejatinya adalah salah satu buah pemikiran manusia yang dapat membuat manusia itu sendiri bahagia dengan apa yang membuatnya tenang dan merasa adil dan sejahtera. Sekian…

Referensi




---o0o---



Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...