Konsep Realisme HI dalam Studi Islam.
Pendahuluan
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain,
melainkan berkelompok karena manusia adalah makhluk sosial. Dalam hidup
berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia yang jika terus berjalan akan menjalin hubungan
sosial. Manusia adalah makhluk individu, makhluk sosial, dan ciptaan Tuhan. Ketiga
sifat ini tidak dapat dipisahkan karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang
bulat. Manusia dengan daya penalarannya akan dapat mengatasi masalah yang
dihadapinya apabila bekerja sama dengan manusia lainnya. Dalam melakukan
partisipasi atau bekerja sama dengan manusia lainnya, manusia memfungsikan daya
nalarnya untuk memenuhi kebutuhan bersama.
Karena manusia hidup di dunia ini berbangsa dan bersuku-suku,
hubungan internasional hadir sebagai ilmu yang mempelajari dan mengamati
fenomena-fenomena tersebut. Kemudian, apa yang dimaksud dengan ilmu hubungan
internasional? Hubungan internasional merupakan hubungan antarbangsa atau
interaksi manusia antarbangsa baik secara individu maupun kelompok, dilakukan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan dapat berupa
persahabatan, persengketaan, permusuhan ataupun peperangan. Dan juga merupakan
hubungan yang dilakukan oleh bangasa-bangsa atau negara-negara, atau merupakan
sebuah atau suatu hubungan yang bersifat global yang meliputi semua hubungan
yang terjadi yang melewati dan melampaui suatu batas-batas kenegaraan.
A. Definisi Teori Realisme
Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan globalisasi, setiap unsur
dari studi hubungan internasional juga mengalami perubahan arah dan fokus
terhadap fenomena internasional yang terjadi. Sebagian penstudi HI beranggapan
bahwa berakhirnya perang Dingin pada tahun 70-an hingga 90-an menandakan akan
berakhirnya sebuah sistem dominasi kekuasaan negara yang juga menandakan akan
berakhirnya konsep realisme yang sangat didukung oleh negara-negara yang sibuk
mengurusi mengurusi perebutan dominasi kekuatan militer dunia kala itu, yaitu
Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kaum realis mempunyai asumsi dasar bahwasannya manusia memiliki
sifat pesimis dan hubungan antar negara berpotensi konflik dikarenakan mereka
memiliki kepentingan yang berbeda. Dengan perbedaan kepentingan tersebut,
negara akan memilih berperang untuk mendapatkan kepentingannya. Oleh karena
itu, keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara merupakan hal utama yang
harus dipenuhi.
Setiap negara ingin mengendalikan dan tidak ingin untuk
dikendalikan dan diambil keuntungannya oleh negara lain. Menurut perspektif ini
negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional. Dimana hubungan
internasional merupakan hubungan negara-negara disegala bidang. Aktor-aktor
lain selain negara seperti LSM, individu-individu, organisasi internasional
dianggap tidak begitu penting. Inti dari kebijakan internasional adalah untuk
membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik dunia. Meskipun
tidak ada suatu negara yang menjadi pusat kekuatan dunia atau tidak adanya
pemerintahan dunia, terdapat hierarki internasional. Negara-negara berkekuatan
besar memiliki kekuasaan tersendiri dalam perpolitikan dunia. Sehingga kaum realis
memahami hubungan internasional sebagai perjuangan diantara negara-negara
berkekuatan besar untuk mendominasi dan memiliki keamanan yang baik dan lebih
dominan.
B.
Sejarah Singkat mengenai Paham Realisme dalam HI
Meskipun realisme mulai gencar dalam akademis hubungan
internasional setelah Perang Dunia II, namun sebenarnya realisme bukanlah hal
baru dalam hubungan antar negara. Hal ini terbukti dengan munculnya karya
tulis-karya tulis yang telah membahas realisme meskipun tidak lengkap, tetapi
telah berusaha untuk mencapai poin bahwa teori realisme tidak hanya berlaku di
seluruh dunia, tetapi juga sepanjang masa. Karya tulis yang membahas realisme
pada 2500 tahun lalu adalah karya Thucydides. Karya tulis Thucydides yang
membahas ide-ide realis salah satunya adalah Peloponnesians Wars, yakni
peperangan antara negara-negara kota Yunani, yaitu Athena dan Sparta. Dia berpendapat bahwa perang adalah hal yang
paling mudah dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan daripada kerjasama atau
hal-hal yang lebih bermoral. Pada masa itu, penguasa memiliki hak untuk
memerintah semau mereka dan yang kurang berkuasa hanya bisa menerima.
![]() |
Nicollo Machiavelli |
Selain Thucyddiddes, pemikiran-pemikiran Niccolo Machiavelli,
pemikir dari Italia, dan seorang filsuf Inggris Thomas Hobbes juga muncul untuk
membahas realisme pada masa lampau. Machiavelli terkenal dengan nasihatnya
kepada negarawan untuk tetap menjamin kekuasaan mereka dan mempu mencapai
tujuan-tujuan mereka. Nasihatnya berkata bahwa perjanjian-perjanjian harus
dilanggar apabila terdapat manfaat dan keuntungan didalamnya. Hal ini sering
dikatakan sebagai tindakan yang tidak sopan atau immoral. Ia meyakini bahwa
tingkah laku yang bermoral adalah keadaan dimana seseorang atau negara tidak
punya langkah lain dalam menyikapi politik dan sosial. Dalam hal ini,
Machievalli memiliki pandangan yang buruk tentang karakteristik manusia. Hal
ini berkesinambungan dengan kaum realis yang mengatakan bahwa dalam perpolitikan
tidak ada kebenaran didalamnya.
Peperangan yang mulai bermunculan sebelum Perang Dunia I telah
memacu para pemikir untuk mencari jalan keluarnya. Satu-satunya cara untuk
mengakhiri peperangan adalah dengan
menghormati aturan hukum dan institusi-institusi yang mengatur hubungan
antar negara sehingga tercipta sebah perdamaian, sehingga muncul Liga
Bangsa-Bangsa. Sebelum Perang Dunia I, dunia
masih menganggap bahwa pemerintah merupakan representasi resmi dari
negara-negara berrdaulat dan semua negara berdaulat memiliki hak untuk
memutuskan kepentingan mereka tanpa ada intervensi dari negara lain baik dengan
cara diplomasi, negosiasi, dan bila perlu dengan cara militer. Munculnya Liga
Bangsa-Bangsa pada akhir Perang Dunia I merupakan tantangan bagi negara-negara
untuk bebas dari perseteruan dan perdebatan dengan negara lain. Meskipun Liga
Bangsa-Bangsa lahir, permasalahan-permasalahan peperangan masih banyak terjadi.
Walaupun Liga telah berusaha untuk menanganinya tetapi tidak ada sanksi
tertentu terhadap negara yang berkaitan.
Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa
terwujud dengan pecahnya Perang Dunia II. Pada masa ini kaum realis berpendapat
bahwa terdapat hukum-hukum yang masih berlaku dan mengatur tingkah laku
individu dan negara. Hukm tersebut layaknya seorang laki-laki yang memiliki
sifat egois dan agresif serta mengejar kepentingan mereka meskipun dengan cara
merugikan orang lain. Mereka mengatakan bahwa masalah dari hubungan
internasional adalah anarki. Hal ini dikarenakan tidak adanya otoritas yang
memimpin dunia ini. Oleh Karen itu, kaum realis berpendapat bahwa perang tidak
bisa dihindari dan semua negara harus bersiap
untuk menghadapi perang karena cuma dengan cara ini perang dapat
dikontrol dan dicegah.
Setelah Perang Dunia II, kaum realis berpendapat bahwa perlu adanya
berbagai pendorong yang dapat menggerakkan hubungan antar negara-negara.
Kekuasaan dan kepentingan nasional merupakan salah satu hal yang dapat
mendorong hubugan antar negara tersebut. Sehingga mereka percaya bahwa konflik
antar negara tidak dapat terelakkan dengan kepentingan negara yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa konflik tersebut dapat
dicegah dengan menjadi negara yang kuat dan disegani oleh negara lain.
Realisme di Abad-20
Apa yang juga terjadi di dunia internasional pada akhir-akhir ini
sangat jelas memberikan pengaruh akan perkembangan dan perluasan paham realis
terhadap dunia. Dunia dikejutkan dengan uji coba nuklir yang dilakukan oleh
Korea Utara merupakan salah satu bentuk atau instrumen paham realis yang
mendukung akan konflik dan dominasi keamanan. Program peluncuran nuklir
berbahan hidrogen yang dilakukan oleh Korut digadang-gaadang sebagai reaktor
nuklir terbesar mengalahkan kekuatan bom atom yang menimpa Nagasaki dan
Hiroshima pada tahun 1945. Kebijakan yang dikeluarkan secara sepihak tersebut
telah membuat berang sekutu tradisionalnya, China, dan memicu kritik dari
banyak negara. Apa yang telah dilakukan Korea Utara terhadap kebijakan
nuklirnya telah memperlihatkan pada dunia bahwa dominasi akan militer dan
pengaruh negara terhadap konstelasi politik dan pengaruh militer terhadap dunia
sangat condong akan sebuah konflik yang dapat membahayakan kehidupan manusia,
serta memberikan suatu asumsi dasar bahwa setiap negara yang memiliki potensi
nuklir akan membahayakan negara lain. Ini juga sebagai dalih bahwa paham
realisme terus menerus semakin eksis dengan berkembangnya zaman, serta peta
kekuatan militer yang berbeda dan terkotak-kotak, membuat paham realisme
semakin mengalami perkembangan yang signifikan.
c C. Realisme dalam Islam
Studi mengenai paham realisme merupakan salah satu studi yang
sangat dominan dalam ilmu hubungan internasional. Dari perang dunia hingga
sekarang, konsep realisme ini lahir sebagai salah satu sistem dan dianut oleh
negara-negara yang memiliki kekuatan besar pada saat itu, serta mempunyai
stabilitas politik yang sangat berkembang dan maju. Sistem ini juga paling
sering dikaji oleh para penstudi HI mengenai kasus-kasus dan fenemona yang
berhubungan dengan konsep realisme ini. Oleh karena itu, konsep realisme yang
sedemikian rupa membuat kita sebagai akademisi HI terus mengkaji dan melakukan
berbagai riset untuk mengkaji masalah ini.
Perbincangan lama yang kini menghangat kembali adalah diskursus
mengenai hubungan antara islam dan politik. Perbincangan ini menjadi sangat penting
karena dikaitkan dengan maraknya diskusi mengenai bentuk Demokrasi- sebuah
tipologi bentuk sistem pemerintahan yang dijunjung tinggi oleh negara-negara
barat- di negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas agama Islam. Hal ini yang
membuat berapa akademisi muslim berpikir bagaimana cara agar dapat
mengintegrasikan antara ilmu politik dan Islam, yang sebanarnya telah dibahas
semenjak kemunculan Islam itu sendiri.
Sedangkan bagaimana
dengan konsep realisme dalam hubungan internasional dalam Islam? Apakah ada
sebuah kajian, dalil atau studi yang menjelaskan akan relasi dan kesinambungan
akan studi Islam dan realisme dalam hubungan internasional? Jika dilihat dari
akar permulaan dalam pembahasan konsep Realisme, maka kita dapat menarik sebuah
kesimpulan bahwa dalam hubungan internasional, fokus dan bidang kajian realisme
adalah negara, kekuasaan, dominasi kekuatan satu negara atas negara lain yang
pada akhirnya mengerucut pada sistem anarki internasional. Negara dipandang
sebagai aktor utama dari seluruh kebijakan luar negeri realis dan dipandang
esensial bagi kehidupan warga negaranya, tanpa negara yang menjamin alat-alat
dan kondisi-kondisi keamanan dan memajukan kesejahteraan, kehidupan manusia
akan menjadi miskin, terpencil, sangat tidak menyenangkan, tidak
berperikemanusiaan, dan singkat. Dengan demikian, negara dipandang sebagai
pelindung wilayahnya, penduduknya, dan cara hidupnya yang khas dan berharga.
Mencapai kepentingan nasional merupakan “harga mati” dalam menentukan kebijakan
luar negeri, dan itu negara semua yang menentukan.
Allah Subhanahu Wata’ala Berfirman;
"ولقد كرمنا بني
آدم وحملناهم في البر والبحر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا"
(الاسراء:70)
Yang artinya, sebagai berikut: Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami
memberi mereka Rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan (Al-Isra:70).
Dari ayat ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam kehidupan manusia,
manusia telah dilahirkan dengan penuh kemuliaan. Derajat mereka diangkat diatas
daratan maupun lautan. Dan Allah telah memberi janji-Nya kepada manusia atas
rezeki yang cukup dari makhluk yang lain.
Kesimpulan yang dapat kita ambil bahwa Allah telah menempatkan diri
kita dalam sisi kemuliaan yang sangat, maka buat apa kita saling melakukan
pertikaian dan konflik yang berkepanjangan, jika tidak memahami bahwa rezeki
dan kehidupan telah diatur oleh-Nya. Jika dibandingkan dengan paham Realisme
dalam studi hubungan internasional, maka term atau konsep Karamah Insaniyyah
ini lebih condong untuk bagaimana manusia itu untuk memposisikan dirinya untuk
tidak membuat konflik dan merebut kekuasaan negara lain.
D.
Sedikit mengenai Konsep Negara dalam Islam
Mengingat dalam konsep Realisme dalam Studi Hubungan Internasional
menjadikan negara sebagai aktor dalam setiap penentuan kebijakan dan perilaku
politik Realis, negara dalam Islam sudah ada dan menjadikannya sebagai pusat
kegiatan para muslim. Sedikit mengenai konsep negara dan kekuasaan, sebuah kegiatan
bernegara yang dijalankan oleh umat Islam merupakan ketentuan dan kepunyaan
Allah SWT semata. Al-Qur’an berkata bahwa kekuasaan dan negara hanya milik
Allah SWT. Antara lain, “Kerajaan Langit dan bumi adalah kepunyaan Allah
SWT, dan kepada Allah dikembalikan segala urusan”. (Al-Hadid:5), kemudian
juga “Maha Suci Allah, yang dalam tangan-Nya (kekuasaan-Nya) kerajaan
(Negara) dan Allah menguasai segala yang ada”. (Al-Mulk:1). Dari ayat ini
kita mengetahui bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang absolut diatas muka bumi,
karena kedaulatan dan kekuaasaan dalam suatu negara hanya kepunyaan Allah SWT.
Islam menetapkan hukum-hukumnya dalam bidang-bidang sosial, ekonomi
dan politik, serta beberapa aspek kehidupan kenegaraan lainnya sesuai dengan
ajaran Allah dan ketentuan-Nya. Ini juga berarti bahwa Islam membangun
perundangan-undangannya untuk segala bidang kehidupan manusia dan tidak lepas
dari pegangan sang Khalik. Sang Khalik-lah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi dalam kekuasaan negara, sedangkan manusia hanya
diberikan mandat untuk bagaimana ia mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Referensi
Surwandono, 2015, “Studi Islam dalam Hubungan Internasional”,
disampaikan dalam Kuliah Umum Program Studi Hubungan Internasional, di CIOS
Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.
A Hasjmy, 1984, “Di
Mana Letaknya Negara Islam”, Bina Ilmu, Surabaya.
Jackson Robert,
Sorensen Georg, 2009, “Pengantar Studi Hubungan Internasional”,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Steans Jill, Llyod
Pettiford, 2009, “Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema”,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Morgenthau Hans J,
Thompson Kenneth W, 2010, “Politik Antar Bangsa”, Yayasan Pustaka
Obor, Jakarta.
---o0o---