Rabu, 13 Januari 2016

Konsep Realisme HI dalam Studi Islam

Konsep Realisme HI dalam Studi Islam.

Pendahuluan
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok karena manusia adalah makhluk sosial. Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia yang  jika terus berjalan akan menjalin hubungan sosial. Manusia adalah makhluk individu, makhluk sosial, dan ciptaan Tuhan. Ketiga sifat ini tidak dapat dipisahkan karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia dengan daya penalarannya akan dapat mengatasi masalah yang dihadapinya apabila bekerja sama dengan manusia lainnya. Dalam melakukan partisipasi atau bekerja sama dengan manusia lainnya, manusia memfungsikan daya nalarnya untuk memenuhi kebutuhan bersama.
Karena manusia hidup di dunia ini berbangsa dan bersuku-suku, hubungan internasional hadir sebagai ilmu yang mempelajari dan mengamati fenomena-fenomena tersebut. Kemudian, apa yang dimaksud dengan ilmu hubungan internasional? Hubungan internasional merupakan hubungan antarbangsa atau interaksi manusia antarbangsa baik secara individu maupun kelompok, dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan dapat berupa persahabatan, persengketaan, permusuhan ataupun peperangan. Dan juga merupakan hubungan yang dilakukan oleh bangasa-bangsa atau negara-negara, atau merupakan sebuah atau suatu hubungan yang bersifat global yang meliputi semua hubungan yang terjadi yang melewati dan melampaui suatu batas-batas kenegaraan.

      A.    Definisi Teori Realisme
Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan globalisasi, setiap unsur dari studi hubungan internasional juga mengalami perubahan arah dan fokus terhadap fenomena internasional yang terjadi. Sebagian penstudi HI beranggapan bahwa berakhirnya perang Dingin pada tahun 70-an hingga 90-an menandakan akan berakhirnya sebuah sistem dominasi kekuasaan negara yang juga menandakan akan berakhirnya konsep realisme yang sangat didukung oleh negara-negara yang sibuk mengurusi mengurusi perebutan dominasi kekuatan militer dunia kala itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kaum realis mempunyai asumsi dasar bahwasannya manusia memiliki sifat pesimis dan hubungan antar negara berpotensi konflik dikarenakan mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Dengan perbedaan kepentingan tersebut, negara akan memilih berperang untuk mendapatkan kepentingannya. Oleh karena itu, keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara merupakan hal utama yang harus dipenuhi.
Setiap negara ingin mengendalikan dan tidak ingin untuk dikendalikan dan diambil keuntungannya oleh negara lain. Menurut perspektif ini negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional. Dimana hubungan internasional merupakan hubungan negara-negara disegala bidang. Aktor-aktor lain selain negara seperti LSM, individu-individu, organisasi internasional dianggap tidak begitu penting. Inti dari kebijakan internasional adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik dunia. Meskipun tidak ada suatu negara yang menjadi pusat kekuatan dunia atau tidak adanya pemerintahan dunia, terdapat hierarki internasional. Negara-negara berkekuatan besar memiliki kekuasaan tersendiri dalam perpolitikan dunia. Sehingga kaum realis memahami hubungan internasional sebagai perjuangan diantara negara-negara berkekuatan besar untuk mendominasi dan memiliki keamanan yang baik dan lebih dominan.
      B.     Sejarah Singkat mengenai Paham Realisme dalam HI
Meskipun realisme mulai gencar dalam akademis hubungan internasional setelah Perang Dunia II, namun sebenarnya realisme bukanlah hal baru dalam hubungan antar negara. Hal ini terbukti dengan munculnya karya tulis-karya tulis yang telah membahas realisme meskipun tidak lengkap, tetapi telah berusaha untuk mencapai poin bahwa teori realisme tidak hanya berlaku di seluruh dunia, tetapi juga sepanjang masa. Karya tulis yang membahas realisme pada 2500 tahun lalu adalah karya Thucydides. Karya tulis Thucydides yang membahas ide-ide realis salah satunya adalah Peloponnesians Wars, yakni peperangan antara negara-negara kota Yunani, yaitu Athena dan Sparta. Dia  berpendapat bahwa perang adalah hal yang paling mudah dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan daripada kerjasama atau hal-hal yang lebih bermoral. Pada masa itu, penguasa memiliki hak untuk memerintah semau mereka dan yang kurang berkuasa hanya bisa menerima.
Nicollo Machiavelli
Selain Thucyddiddes, pemikiran-pemikiran Niccolo Machiavelli, pemikir dari Italia, dan seorang filsuf Inggris Thomas Hobbes juga muncul untuk membahas realisme pada masa lampau. Machiavelli terkenal dengan nasihatnya kepada negarawan untuk tetap menjamin kekuasaan mereka dan mempu mencapai tujuan-tujuan mereka. Nasihatnya berkata bahwa perjanjian-perjanjian harus dilanggar apabila terdapat manfaat dan keuntungan didalamnya. Hal ini sering dikatakan sebagai tindakan yang tidak sopan atau immoral. Ia meyakini bahwa tingkah laku yang bermoral adalah keadaan dimana seseorang atau negara tidak punya langkah lain dalam menyikapi politik dan sosial. Dalam hal ini, Machievalli memiliki pandangan yang buruk tentang karakteristik manusia. Hal ini berkesinambungan dengan kaum realis yang mengatakan bahwa dalam perpolitikan tidak ada kebenaran didalamnya.
Peperangan yang mulai bermunculan sebelum Perang Dunia I telah memacu para pemikir untuk mencari jalan keluarnya. Satu-satunya cara untuk mengakhiri peperangan adalah dengan  menghormati aturan hukum dan institusi-institusi yang mengatur hubungan antar negara sehingga tercipta sebah perdamaian, sehingga muncul Liga Bangsa-Bangsa. Sebelum Perang Dunia I, dunia  masih menganggap bahwa pemerintah merupakan representasi resmi dari negara-negara berrdaulat dan semua negara berdaulat memiliki hak untuk memutuskan kepentingan mereka tanpa ada intervensi dari negara lain baik dengan cara diplomasi, negosiasi, dan bila perlu dengan cara militer. Munculnya Liga Bangsa-Bangsa pada akhir Perang Dunia I merupakan tantangan bagi negara-negara untuk bebas dari perseteruan dan perdebatan dengan negara lain. Meskipun Liga Bangsa-Bangsa lahir, permasalahan-permasalahan peperangan masih banyak terjadi. Walaupun Liga telah berusaha untuk menanganinya tetapi tidak ada sanksi tertentu terhadap negara yang berkaitan.
 Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa terwujud dengan pecahnya Perang Dunia II. Pada masa ini kaum realis berpendapat bahwa terdapat hukum-hukum yang masih berlaku dan mengatur tingkah laku individu dan negara. Hukm tersebut layaknya seorang laki-laki yang memiliki sifat egois dan agresif serta mengejar kepentingan mereka meskipun dengan cara merugikan orang lain. Mereka mengatakan bahwa masalah dari hubungan internasional adalah anarki. Hal ini dikarenakan tidak adanya otoritas yang memimpin dunia ini. Oleh Karen itu, kaum realis berpendapat bahwa perang tidak bisa dihindari dan semua negara harus bersiap  untuk menghadapi perang karena cuma dengan cara ini perang dapat dikontrol dan dicegah.
Setelah Perang Dunia II, kaum realis berpendapat bahwa perlu adanya berbagai pendorong yang dapat menggerakkan hubungan antar negara-negara. Kekuasaan dan kepentingan nasional merupakan salah satu hal yang dapat mendorong hubugan antar negara tersebut. Sehingga mereka percaya bahwa konflik antar negara tidak dapat terelakkan dengan kepentingan negara yang berbeda-beda. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa konflik tersebut dapat dicegah dengan menjadi negara yang kuat dan disegani oleh negara lain.

Realisme di Abad-20
Apa yang juga terjadi di dunia internasional pada akhir-akhir ini sangat jelas memberikan pengaruh akan perkembangan dan perluasan paham realis terhadap dunia. Dunia dikejutkan dengan uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara merupakan salah satu bentuk atau instrumen paham realis yang mendukung akan konflik dan dominasi keamanan. Program peluncuran nuklir berbahan hidrogen yang dilakukan oleh Korut digadang-gaadang sebagai reaktor nuklir terbesar mengalahkan kekuatan bom atom yang menimpa Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945. Kebijakan yang dikeluarkan secara sepihak tersebut telah membuat berang sekutu tradisionalnya, China, dan memicu kritik dari banyak negara. Apa yang telah dilakukan Korea Utara terhadap kebijakan nuklirnya telah memperlihatkan pada dunia bahwa dominasi akan militer dan pengaruh negara terhadap konstelasi politik dan pengaruh militer terhadap dunia sangat condong akan sebuah konflik yang dapat membahayakan kehidupan manusia, serta memberikan suatu asumsi dasar bahwa setiap negara yang memiliki potensi nuklir akan membahayakan negara lain. Ini juga sebagai dalih bahwa paham realisme terus menerus semakin eksis dengan berkembangnya zaman, serta peta kekuatan militer yang berbeda dan terkotak-kotak, membuat paham realisme semakin mengalami perkembangan yang signifikan.

c   C.    Realisme dalam Islam
Studi mengenai paham realisme merupakan salah satu studi yang sangat dominan dalam ilmu hubungan internasional. Dari perang dunia hingga sekarang, konsep realisme ini lahir sebagai salah satu sistem dan dianut oleh negara-negara yang memiliki kekuatan besar pada saat itu, serta mempunyai stabilitas politik yang sangat berkembang dan maju. Sistem ini juga paling sering dikaji oleh para penstudi HI mengenai kasus-kasus dan fenemona yang berhubungan dengan konsep realisme ini. Oleh karena itu, konsep realisme yang sedemikian rupa membuat kita sebagai akademisi HI terus mengkaji dan melakukan berbagai riset untuk mengkaji masalah ini.
Perbincangan lama yang kini menghangat kembali adalah diskursus mengenai hubungan antara islam dan politik. Perbincangan ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan maraknya diskusi mengenai bentuk Demokrasi- sebuah tipologi bentuk sistem pemerintahan yang dijunjung tinggi oleh negara-negara barat- di negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas agama Islam. Hal ini yang membuat berapa akademisi muslim berpikir bagaimana cara agar dapat mengintegrasikan antara ilmu politik dan Islam, yang sebanarnya telah dibahas semenjak kemunculan Islam itu sendiri.
            Sedangkan bagaimana dengan konsep realisme dalam hubungan internasional dalam Islam? Apakah ada sebuah kajian, dalil atau studi yang menjelaskan akan relasi dan kesinambungan akan studi Islam dan realisme dalam hubungan internasional? Jika dilihat dari akar permulaan dalam pembahasan konsep Realisme, maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa dalam hubungan internasional, fokus dan bidang kajian realisme adalah negara, kekuasaan, dominasi kekuatan satu negara atas negara lain yang pada akhirnya mengerucut pada sistem anarki internasional. Negara dipandang sebagai aktor utama dari seluruh kebijakan luar negeri realis dan dipandang esensial bagi kehidupan warga negaranya, tanpa negara yang menjamin alat-alat dan kondisi-kondisi keamanan dan memajukan kesejahteraan, kehidupan manusia akan menjadi miskin, terpencil, sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan, dan singkat. Dengan demikian, negara dipandang sebagai pelindung wilayahnya, penduduknya, dan cara hidupnya yang khas dan berharga. Mencapai kepentingan nasional merupakan “harga mati” dalam menentukan kebijakan luar negeri, dan itu negara semua yang menentukan.
         
   Bagaimana dengan konsep Islam, apakah ada sistem dan kajian tersendiri mengenai sistem Realis tersebut? Sebenarnya, konsep realisme itu ada dan mempunyai bahasan tersendiri dalam Islam. Islam sebagai Rahmatan Lil-‘Alamin mempunyai kriteria tersendiri dalam setiap pembahasan dan pengkajian ilmu pengetahuan. Studi mengenai hubungan internasional dalam hal ini konsep “realisme” yang segalanya mengandalkan negara dengan wujud kekuasan dan dominasi terhadap negara lain, merupakan hal yang dalam bahasan Islam menjadi sebuah kemuliaan dan pengangkatan derajat, tanpa mementingkan diri sendiri dan mendahulukan sifat ego dari seorang manusia. Dalam agama Islam, sebuah istilah “Al-Karamah Insaniyyah”, yang berarti kemuliaan manusia, yang di mana dalam hal ini mengindikasikan bahwa setiap manusia dan sudah diangkat derajatnya dan kemuliaan dirinya tanpa adanya perendahan derajat bagi dirinya. Setiap manusia yang dilahirkan di dunia sudah dimuliakan oleh Allah SWT, dan sudah mendapatkan rezkinya masing-masing, baik diatas daratan maupun lautan.
Allah Subhanahu Wata’ala Berfirman;
 "ولقد كرمنا بني آدم وحملناهم في البر والبحر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا" (الاسراء:70)
Yang artinya, sebagai berikut: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami memberi mereka Rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan (Al-Isra:70). Dari ayat ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam kehidupan manusia, manusia telah dilahirkan dengan penuh kemuliaan. Derajat mereka diangkat diatas daratan maupun lautan. Dan Allah telah memberi janji-Nya kepada manusia atas rezeki yang cukup dari makhluk yang lain.
Kesimpulan yang dapat kita ambil bahwa Allah telah menempatkan diri kita dalam sisi kemuliaan yang sangat, maka buat apa kita saling melakukan pertikaian dan konflik yang berkepanjangan, jika tidak memahami bahwa rezeki dan kehidupan telah diatur oleh-Nya. Jika dibandingkan dengan paham Realisme dalam studi hubungan internasional, maka term atau konsep Karamah Insaniyyah ini lebih condong untuk bagaimana manusia itu untuk memposisikan dirinya untuk tidak membuat konflik dan merebut kekuasaan negara lain. 
D.    Sedikit mengenai Konsep Negara dalam Islam
Mengingat dalam konsep Realisme dalam Studi Hubungan Internasional menjadikan negara sebagai aktor dalam setiap penentuan kebijakan dan perilaku politik Realis, negara dalam Islam sudah ada dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan para muslim. Sedikit mengenai konsep negara dan kekuasaan, sebuah kegiatan bernegara yang dijalankan oleh umat Islam merupakan ketentuan dan kepunyaan Allah SWT semata. Al-Qur’an berkata bahwa kekuasaan dan negara hanya milik Allah SWT. Antara lain, “Kerajaan Langit dan bumi adalah kepunyaan Allah SWT, dan kepada Allah dikembalikan segala urusan”. (Al-Hadid:5), kemudian juga “Maha Suci Allah, yang dalam tangan-Nya (kekuasaan-Nya) kerajaan (Negara) dan Allah menguasai segala yang ada”. (Al-Mulk:1). Dari ayat ini kita mengetahui bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang absolut diatas muka bumi, karena kedaulatan dan kekuaasaan dalam suatu negara hanya kepunyaan Allah SWT.
Islam menetapkan hukum-hukumnya dalam bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik, serta beberapa aspek kehidupan kenegaraan lainnya sesuai dengan ajaran Allah dan ketentuan-Nya. Ini juga berarti bahwa Islam membangun perundangan-undangannya untuk segala bidang kehidupan manusia dan tidak lepas dari pegangan sang Khalik. Sang Khalik-lah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam kekuasaan negara, sedangkan manusia hanya diberikan mandat untuk bagaimana ia mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Referensi
 Surwandono, 2015, “Studi Islam dalam Hubungan Internasional”, disampaikan dalam Kuliah Umum Program Studi Hubungan Internasional, di CIOS Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo. 
            A Hasjmy, 1984, “Di Mana Letaknya Negara Islam”, Bina Ilmu, Surabaya. 
           Jackson Robert, Sorensen Georg, 2009, “Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
            Steans Jill, Llyod Pettiford, 2009, “Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
            Morgenthau Hans J, Thompson Kenneth W, 2010, Politik Antar Bangsa”, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta.
---o0o---





Pengalaman Magang di Kementerian Luar Negeri

1.1 Foto ketika mengawal pelaksanaan acara Focus Group Discussion dengan Kemenlu mengenai Prospek Perdamaian di Afghanistan. Tangerang, ...